Krjogja.com – PURWOKERTO – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, angkat bicara soal maraknya fenomena anak yang disebut-sebut menjual keperawanannya.
Menurutnya, narasi yang berkembang selama ini keliru besar. Anak-anak tersebut bukanlah pelaku, melainkan korban dari sistem yang gagal melindungi.
“Mereka bukan anak yang melacurkan diri, tapi anak yang dilacurkan. Mereka korban kemiskinan, keluarga tidak harmonis, keterbatasan pendidikan, dan lemahnya perlindungan negara,” tegas Arifah saat menjadi pembicara Sidang Terbuka Senat Fakultas Kedokteran Unsoed dalam rangka Dies Natalis ke-24, Kamis (25/9/2025).
Gunung Es Kekerasan Seksual
Arifah mengingatkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan adalah fenomena gunung es. Yang tercatat secara resmi jauh lebih kecil dibanding fakta di lapangan.
Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan, 51,78 persen anak perempuan dan 49,83 persen anak laki-laki usia 13–17 tahun pernah mengalami kekerasan.
Sedangkan catatan Simfoni PPA hingga 20 September 2025 memperlihatkan kekerasan seksual masih menjadi kasus paling dominan, sementara kasus terbanyak terhadap perempuan terjadi dalam lingkup rumah tangga (KDRT).
Kampus Bukan Lagi Ruang Aman
Tak hanya di rumah, lingkungan akademik pun rawan. Survei Kemendikbudristek 2020 mengungkap 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, dan 63 persen kasus tidak pernah dilaporkan.
“Kampus tidak lagi steril. Lingkungan akademik pun bisa menjadi ruang tidak aman bagi perempuan dan anak,” kata Arifah.
Faktor Penyebab dan Solusi
Berdasarkan analisa internal Kementerian PPPA, ada lima faktor utama yang memicu kekerasan: ekonomi, relasi keluarga, media sosial, lingkungan, serta pernikahan usia dini.
Menteri Arifah mendorong semua pihak ikut turun tangan. “Tugas ini tidak bisa hanya ditanggung negara. Harus ada kolaborasi bersama,” ujarnya.
Sebagai langkah nyata, Kementerian PPPA tengah menyiapkan MoU dengan Unsoed. Pemerintah juga sudah mewajibkan seluruh kampus membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sesuai Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024.