"Fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, sekaligus negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, menjadikan kita unik. Ini membuktikan bahwa Islam, demokrasi, dan kemanusiaan dapat berjalan seiring," tutur Prof Asep.
Indonesia, menurut Rektor, tidak lagi memposisikan diri sebagai negara adidaya, tetapi sebagai negara penyeimbang moral di tengah polarisasi geopolitik. Hal ini menobatkan Indonesia sebagai pemimpin moral dunia Islam, yang dihormati berkat keteladanan dalam menjaga harmoni dan martabat kemanusiaan.
Kontribusi ini semakin diperkuat oleh Kementerian Agama RI melalui diplomasi agama dan religious soft diplomacy. Rektor memuji upaya Menag Nasaruddin Umar dalam mempromosikan dialog antaragama dan lintas iman di berbagai forum internasional, termasuk kerja sama dengan Vatikan, Al-Azhar, dan Rabithah ‘Alam Islami.
"Di tengah era ketika agama kerap dipolitisasi untuk konflik, kita justru menunjukkan bahwa agama dapat menjadi kekuatan perdamaian. Indonesia telah menjadi model kerukunan beragama yang layak ditiru dunia," ujar Rektor.
Baca Juga: Menang Lawan Persijap, Pelatih PSBS Curhat Belum Gajian 2,5 Bulan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menegaskan komitmennya untuk menjadi laboratorium peradaban, tempat lahirnya intelektual dan diplomat akademik yang mengusung nilai rahmatan lil ‘alamin. Seminar Internasional ini merupakan wadah untuk memperkuat kolaborasi global, menghasilkan strategi akademik berbasis riset, dan jejaring internasional yang mendukung harmoni lintas bangsa, agama, dan budaya.
Rektor menutup sambutannya dengan harapan agar Indonesia tidak hanya besar jumlah penduduknya.(Ati)