Mahalnya biaya hanyalah satu kendala. Masalah lain yang muncul adalah adanya pencemaran gas karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO). Bahan bakar minyak juga kerap tercecer sehingga mencemari tanah di sekitar pompa.
Pemanfaatan energi surya, kata Dwinanto, memang membutuhkan biaya mahal. Dalam Proposal Proyek Irigasi Tenaga Surya di Desa Krandegan, Purworejo yang dibuat oleh tim ahli UIN Syarif Kasim dan ahli dari BMKG Kelas II Yogyakarta, besaran investasi yang dibutuhkan mencapai Rp1,29 miliar. Namun, instalasi tersebut dapat dimanfaatkan selama 20 – 25 tahun.
Ada kurang lebih sepuluh pompa yang digerakkan arus listrik DC yang akan dimanfaatkan untuk mengairi sawah di Krandegan. Pompa disebar di lima titik pengambilan air sesuai dengan areal sawah sasaran, yakni di tepi Sungai Dulang, Sungai Jali, dan sumur bor.
Berdasarkan hasil kajian dan pendampingan tim ahli, Pemerintah Desa Krandegan semakin mantap untuk mewujudkan asa pertanian ramah lingkungan berbasis energi surya. “Kami bersama tim langsung bergerak memaparkan konsep pertanian ramah lingkungan itu ke beberapa pihak, antara lain Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Purworejo, dan pihak swasta,†paparnya.
Gayung pun bersambut. Pemprov Jateng menanggapi positif paparan yang disampaikan Pemerintah Desa Krandegan. Bahkan, pemprov berencana membiayai salah satu paket pompa air tenaga surya yang memiliki jangkauan terluas, yakni lima puluh hektare, dengan nilai pembiayaan Rp600 juta. “Menurut pemprov rencana tersebut akan masuk dalam daftar usulan anggaran tahun 2022,†katanya.
Tim teknis di desa juga mulai membuat purwarupa mesin pompa bertenaga surya. Mereka akan mengikutsertakan inovasi itu dalam kompetisi Krenova 2021 yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Purworejo. Pengerjaan instalasi itu sudah selesai sekitar delapan puluh persen.
Pemerintah Kabupaten Purworejo pun menanggapi positif konsep yang sedang dikembangkan di Desa Krandegan. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Purworejo Bambang Jati Asmara mengemukakan, ide kreatif masyarakat Desa Krandegan yang didukung para ahli dapat direplikasi di desa lain.
Menurut Bambang, Kabupaten Purworejo berpotensi menjadi lokasi pengembangan listrik tenaga surya. Ada banyak kawasan terbuka di wilayah itu yang dapat dimanfaatkan untuk instalasi.
Pemerintah kabupaten menilai tenaga surya tidak hanya dapat dimanfaatkan para petani padi. Namun energi itu diyakini akan mampu menekan biaya produksi dalam budidaya udang vanamei dan produksi garam. “Petambak udang selalu butuh solar untuk menghidupkan kincir air atau pompa. Sama halnya dengan pembuat garam, mereka butuh bahan bakar untuk menyedot air laut untuk dimasukkan dalam kolam penampungan,†terangnya.
Berdasarkan penuturan petambak udang, mereka mengoperasikan dua kincir air dan satu pompa untuk setiap bidang tambak. Kincir digerakkan dua mesin diesel berbahan bakar solar dengan kebutuhan mencapai 1.700 liter per musim budidaya.
Kebutuhan solar tinggi karena kincir harus digerakkan sepanjang waktu untuk menjaga agar udang tetap sehat. Tingkat kebutuhan solar itu berbeda dengan kebutuhan premium atau pertalite yang hanya sekitar 160 liter per musim budidaya. Pompa berbahan bakar premium hanya dipakai untuk menyedot air ketika proses pengisian tambak. “Jika dirupiahkan bisa lebih dari Rp9 juta untuk kebutuhan satu musim budidaya. Apabila teknologi ramah lingkungan itu bisa diterapkan pada budidaya udang, tentu akan sangat menolong petambak,†tegasnya.
Pemerintah kabupaten pun siap memfasilitasi inovasi masyarakat selama memiliki manfaat yang besar untuk peningkatan kesejahteraan. “Temuan sudah ada, tinggal menyempurnakan desain. Kami akan mendukung termasuk membantu sosialisasinya. Harapan kami, pemanfaatan energi terbarukan itu tidak berhenti di Krandegan saja, tapi bisa ditularkan ke desa-desa lainnya,†ungkapnya.
Pemanfaatan energi ramah lingkungan memang sudah seharusnya menjadi keniscayaan. Dwinanto paham betul bahwa sumber daya yang melimpah dan murah, adalah harapan bagi setiap masyarakat. Setidaknya, mereka yang selama ini sudah menikmati irigasi gratis, dapat terus merasakan manfaatnya sampai anak cucunya kelak.
Terlebih, energi terbarukan itu sekarang ini memang belum termanfaatkan secara optimal. Bahkan, dalam perencanaannya pun, cahaya mentari yang didapat gratis setiap hari sepertinya belum menjadi pilihan utama.
Mengutip kajian dalam “Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia’s Solar Potentialâ€, PLTS belum menjadi prioritas dalam perencanaan sistem tenaga yang tercantum pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 - 2028. PV surya hanya menyumbang sebesar 1,6 persen atau 908 MW dari total 56,4 GW penambahan kapasitas daya yang direncanakan.