TEMANGGUNG, KRJOGJA.com - Dibutuhkan kerja sama dari semua pihak dalam penanganan fenomena anak jalanan. Di Jawa Tengah fenomena anak jalanan sulit tertangani dengan baik. Selain jumlahnya yang banyak, mereka berpindah-pindah, sehingga sulit didata dan ditangani. Keberadaan mereka juga kerap menimbulkan masalah sosial, bahkan ada yang hamil.
Baca Juga:Â Sultan Ingin Upayakan Penanganan Klithih Dari Pendekatan Psikologis Keluarga
"Kecenderungan anak jalanan pindah-pindah. Saat ini yang paling banyak di Kabupaten Rembang. Kita juga pernah kerjasama dengan shelter milik Pemerintah yang ada di Magelang untuk menangani ini," kata Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, Senin (13/1/2020) sore.
Orang kedua di Pemprov Jateng itu ke Temanggung untuk meninjau rumah perlindungan sosial atau shelter di Dinas Sosial setempat. Shelter tersebut merupakan bantuan dari provinsi yang dibangun tahun 2019 senilai Rp 1,3 miliar.
Dikemukakan anak jalanan kalau sudah diambil dari jalan dan ditempatkan di shelter, mereka kerap lari. Mereka menjadi anak jalanan acap kali bukan hanya karena faktor ekonomi. Diantara anak jalanan itu ternyata pernah ada yang merupakan anak direktur berpenghasilan tinggi.
"Mereka dijalan biasanya karena frustasi dan broken home. Maka itu penanganannya bagaimana memberikan edukasi baik pada anak jalanan maupun pada pasangan pra nikah supaya tidak broken home dan anak terjaga," katanya.
Dia berkisah di Rembang, biasanya anak-anak jalanan menempati pos-pos di hutan-hutan. Jumlah mereka amat banyak, tidak bisa didata, dan selalu berpindah-pindah. Mereka tidak hanya berasal dari Jawa Tengah saja. Adapula yang berasal dari Jawa Barat, mereka biasa lari ke daerah Purwokerto arah Brebes.
" Selama ini mereka bukan mengganggu keamanan, tapi mengganggu lingkungan, kita melihatnya nggak enak. Banyak juga yang hamil," kata Yasin.
