SALAH Satu korban longsor di RT 01 RW 01 Dusun Caok Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo adalah Muji Santoso (56). Apabila ia tidak berkeras berangkat ke SD Karangrejo tempatnya bekerja untuk menghadiri buka bersama dan perpisahan kelas VI, mungkin Muji selamat.
Namun Tuhan berkehendak lain. "Namanya sudah ditentukan seperti ini, kami kerabat mendiang, hanya bisa bersabar dan pasrah," kata Marino (48), adik kandung Muji Santoso, kepada KRjogja.com, Minggu (19/06/2016).
Berdasar penuturan sang istri, Maerah, Muji Santoso pamit hendak menuju sekolahnya. Ketika itu, sekolah memang menyelenggarakan perayaan kelulusan. Muji merasa wajib datang karena dia wali kelas VI.
Tragedi terjadi ketika perjalanan Muji terhambat jalan di Caok tersendat akibat selokan banjir bandang. Sebuah truk tidak dapat melintas karena jalan dipenuhi batu dan kayu. "Tanpa komando, kakak saya termasuk yang turun dari motor ikut membersihkan jalan. Ketka itulah longsor menimpa mereka," tuturnya.
Muji Santoso merupakan sosok yang bertanggung jawab kepada keluarganya. Bahkan termasuk pantang menyerah dan kreatif memanfaatkan kemampuan yang dimiliki. Selain mengajar, Muji berprofesi sebagai tukang urut dan pijat refleksi.
Menurutnya, dobel profesi itu bukan berarti Muji tidak puas dengan penghasilannya sebaga guru negeri. Namun mendiang ingin mengamalkan keahliannya mengatasi penyakit dengan membantu masyarakat. "Buktinya kakak saya tidak pernah mematok biaya, meski pasiennya banyak dan dari berbagai daerah," ucapnya.
Kepala SD Karangrejo Marsono mengatakan, Muji Santoso merupakan guru yang memiliki dedikasi. Kendati memiliki pekerjaan lain, ia tidak pernah melupakan 24 anak didiknya di kelas VI. "Selalu berangkat ngajar, tidak pernah bolos," ujarnya.
Marsono mengaku sangat kehilangan atas meninggalnya Muji Santoso. "Sekarang sudah tidak ada guru berdedikasi, terapis hebat sekaligus ayah kedua bagi anak-anak. Doa kami Muji meninggal khusnul khotimah," tandasnya.(Jas)