kedu

Pertanian Berbasis Energi Surya, Cara Krandegan Merawat Alam

Jumat, 27 Agustus 2021 | 23:17 WIB
Warga mengoperasikan pompa yang digunakan dalam program Irigasi Gratis di Desa Krandegan. (Foto : Jarot Sarwosambodo)

Petani Krandegan benar-benar menikmati hasil selama dua kali panen pada musim kemarau. Maka, program Irigasi Gratis harus tetap berjalan karena terbukti meningkatkan kesejahteraan para petani.

Akan tetapi, ada hal yang mengganjal dalam pikiran Dwinanto. Pada akhirnya, tidak mungkin Pemerintah Desa Krandegan terus-menerus mengandalkan donasi pihak ketiga untuk mendukung program tersebut. Seandainya ada donatur pun, Dwinanto berencana mengalokasikannya untuk kegiatan sosial lainnya.

Ganjalan itu pun sudah sejak awal diperkirakan. “Dalam analisis SWOT kami, keterlibatan pihak donatur yang tidak bisa terus-terusan adalah ancaman bagi keberlanjutan program. Tapi sekaligus menjadi tantangan bagi kami, bagaimana program itu kelak harus tetap berjalan apabila sudah tidak ada donasi,” terangnya.

Dwinanto memutar otak untuk mengatasi potensi hambatan tersebut. Ia mencoba membuka komunikasi dengan beberapa akademisi dari sejumlah universitas di Jawa Tengah, salah satunya dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Dwinanto sempat berkomunikasi dengan dosen Fakultas Teknik UNS, Dr Didik Sri Wiyono. Dr Didik, kata Dwinanto, sudah banyak terlibat dalam program digitalisasi Desa Krandegan hingga desa tersebut menjadi viral dan terkenal. “Sayangnya belum sempat mewujudkan solusi untuk kendala yang bakal kami hadapi, Tuhan memanggil beliau. Dr Didik wafat karena terpapar Covid-19 dan kami sangat kehilangan sosok beliau,” tuturnya.

Asa mewujudkan irigasi gratis secara berkelanjutan pun nyaris sirna, hingga tanpa diduga ada sejumlah akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Kasim Riau yang menghubungi Dwinanto. Mereka, katanya, mengenal Desa Krandegan lewat media massa. “Mereka ingin dan siap menjalin kerja sama untuk mendukung inovasi yang dikonsep desa,” ucapnya.

Pemerintah Desa Krandegan menangkap peluang tersebut. Terlebih ketika para akademisi menyodorkan konsep pemanfaatan energi terbarukan untuk mendukung pertanian secara berkelanjutan. Energi panas matahari akan dijadikan solusi.

Tim UIN Syarif Kasim yang terdiri atas Dr Kunaifi, Dr Alex Wenda, Zulfatri Aini, dan Ewi Ismarendah bersinergi dengan Pemdes Krandegan. Mereka juga didukung ahli cuaca Stasiun Meteorologi Kelas II Yogyakarta, Wahyu Anjarjati. Langkah awal yang ditempuh adalah melakukan berbagai kajian.

Hasilnya antara lain pemanfaatan energi surya sangat layak dilakukan di Desa Krandegan. Desa itu memperoleh radiasi matahari dengan nilai rata-rata 4,9 KWh/m2 per hari. Energi matahari pada puncak kemarau akan semakin mengoptimalkan kinerja pompa.

Pemanfaatan sinar matahari untuk sumber energi alternatif merupakan hal yang mulai lazim dilakukan di Indonesia. Sebagai negara tropis yang dibelah garis khatulistiwa, Indonesia mendapat paparan sinar matahari yang cukup panjang setiap tahunnya.

Menurut penelitian berjudul “Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia’s Solar Potential”, yang dilakukan  Institute for Essential Services Reform (IESR) dan  Global Environmental Institute (GEI) potensi teknis Photovoltaik (PV) di Indonesia berkisar antara 16 hingga 95 kali lebih besar dibandingkan dengan perkiraan nasional saat ini, yaitu 207 gigawatt.

Potensi tersebut belum seluruhnya termanfaatkan secara optimal. Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan energi surya, antara lain mahalnya investasi awal mengingat sebagian besar komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) masih diimpor dari luar negeri. Perlu ada pembiayaan berbunga lunak dengan jangka pengembalian yang lama.

Kendala tersebut memang persoalan utama yang juga dipikirkan Dwinanto. Namun, apabila ditelaah, nilai manfaat yang akan dirasakan petani dari pemanfaatan energi surya diyakini lebih besar dan berjangka waktu lama.

Dwinanto menjelaskan, pemanfaatan energi matahari untuk menghidupkan pompa diperkirakan akan menurunkan biaya operasional. Berdasarkan perhitungan pemerintah desa yang disinkronkan dengan kajian tim ahli UIN Syarif Kasim, biaya operasional penggunaan pompa berbahan bakar fosil untuk sawah seluas tujuh puluh hektare di Krandegan rata-rata Rp280 juta per musim, atau kurang lebih Rp4 juta per hektare per musim.

Perhitungan tersebut masih menggunakan harga terkini dan belum memperhitungkan apabila terjadi kenaikan harga bahan bakar. “Kalau kelak harga bahan bakar naik, beban petani tentu bertambah berat,” katanya.

Halaman:

Tags

Terkini

Ribuan Kendaraan Kena Tilang ETLE, Ini Pelanggarannya

Sabtu, 20 Desember 2025 | 19:10 WIB

Ratusan Wisatawan Wonosobo Banjiri Pantai Dewaruci

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:50 WIB

Pendaki Gunung untuk Perhatikan Prakiraan Cuaca BMKG

Senin, 15 Desember 2025 | 10:55 WIB

Purworejo Luncurkan Gerakan Sekolah Cerdas Bermedia

Jumat, 12 Desember 2025 | 15:10 WIB