Krjogja.com, TEMANGGUNG - Pelemparan ke udara dua ayam betina siap telur menjadi salah satu rangkaian ritual sadranan seribu kupat di Dusun Gedongan Desa Ngemplak Kecamatan Kandangan Temanggung Jumat (1/9).
Ayam selanjutnya diperebutkan oleh warga. Warga berharap mendapatkan ayam tersebut untuk dipelihara, jika bertelur bisa dikonsumsi untuk gizi keluarga. Jika dibuahi pejantan, telur akan menetas yang jika besar bisa dikembangbiakkan atau dikonsumsi dagingnya.
Sekretaris Desa Ngemplak Fauzi Amin mengatakan dua ayam siap telur tersebut juga punya filosofi lain, yakni harapan dan doa warga agar ada perkembangan warga dan perekonomian menuju pada peningkatan kesejahteraan.
"Kami berdoa melalui ritual seribu kupat ini, ada peningkatan kesejahteraan, dan turut menjaga kelestarian alam, selain mempertahankan tradisi budaya," kata dia.
Kades Desa Gedongan Sri Astuwidi Subagyo mengatakan ritual sewu kupat sebagai sebuah tradisi dari Desa Ngemplak yang tidak bisa ditinggalkan.
Baca Juga: Mengharukan, Ganjar Pamit Pada Masyarakat Klaten
"Warga berdoa di sumber mata air Lenging meminta kepada Tuhan adanya peningkatan kesejahteraan dan kelestarian sumber mata air," kata dia.
Dia mengatakan sumber mata air Lenging sebagai salah satu sumber kehidupan warga dari mata air itu dimanfaatkan untuk pengairan sawah, ladang dan sumber air konsumsi warga.
"Warga sangat menjaga kelestarian lingkungan alam agar mata air tetap mengalir meski di bulan kemarau seperti saat ini," kata dia.
Kemukakan tradisi digelar tiap usai panen kopi di desa tersebut. Warga membawa berbagai sumber hasil bumi dan olahannya, terutama ketupat ke sumber mata air untuk berdoa dan makan bersama.
Sementara itu, pada tradisi yang diikuti seribuan warga itu dibacakan babat dusun yang bercerita asal muasal pedukuhan dan perjuangan Ki Lenging untuk mencari mata air dan membuat irigasi untuk pengairan persawahan.
Perjuangan Ki Lenging membutuhkan waktu 1000 hari. Lamanya waktu karena lokasi di pegunungan, penuh batuan sementara peralatan tradisional yang digunakan yakni cangkul dan sabit.
Tiap hari Ki Lenging membawa satu kupat untuk konsumsi. Dalam mewujudkan saluran air yang kini dinamai Slenging itu dibantu oleh Nyai Lenging.
Camat Kandangan Hari Nugroho mengatakan tradisi untuk mempertahankan tradisi budaya dan menjaga kelestarian lingkungan serta sumber mata air.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung Hendra Sumaryana mengatakan sadranan sewu kupat sebagai momentum untuk menggali kembali kearifan lokal dan menanamkan pada generasi penerus.
"Tradisi ini akan dimasukkan dalam kalender wisata, dikemas lebih baik dan dipromosikan ke tingkat propinsi," kata dia.
Dia menyampaikan apresiasi pada masyarakat dengan pelaksanaan tradisi tersebut, yang berdampak positif bagi kehidupan warga. Yang dampak positif itu yang dapat dirasakan nyata diantaranya kelestarian lingkungan sehingga debit sumber mata air tetap besar dan bisa mengaliri persawahan. (Osy)