Krjogja.com Sukoharjo Buruh di Kabupaten Sukoharjo mengadukan protes keberatan program pemerintah Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dengan pemotongan gaji atau upah sebesar 2,5 persen setiap bulan dengan mendatangi gedung DPRD Sukoharjo, Rabu (5/6). Audiensi digelar dengan dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Sukoharjo Danur Sri Wardhana.
Dalam audiensi tersebut juga hadir Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo Sumarno, Ketua Apindo Sukoharjo M Yunus Ariyanto, Kepala Bagian Hukum Pemkab Sukoharjo Teguh Pramono dan pihak terkait lainnya.
Ketua Forum Peduli Buruh (FPB) sekaligus Ketua Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI) Sukoharjo, Sukarno, mengatakan, buruh sengaja datang mengadu ke DPRD Sukoharjo. Hal ini dilakukan mengingat buruh keberatan dengan adanya program pemerintah terkait Tapera.
Buruh di Kabupaten Sukoharjo keberatan penerapan program pemerintah pusat Tapera. Sebab program tersebut sangat memberatkan buruh mengingat langsung dilakukan pemotongan gaji atau upah setiap bulan. Keberatan buruh ditambah karena program Tapera tidak dilakukan sosialiasi jauh hari dan langsung diterapkan dengan pemotongan gaji atau upah.
FPB Sukoharjo sudah bereaksi dengan sikap keberatan terhadap program Tapera pemerintah. Buruh juga sudah banyak yang mengadukan keberatan tersebut setelah pemerintah meresmikan program Tapera beberapa hari lalu.
Sikap FPB Sukoharjo terhadap keberatan program Tapera akan disampaikan secara resmi ke Pemkab Sukoharjo sebagai bentuk aspirasi. Selanjutnya keberatan tersebut diminta diteruskan ke pemerintah pusat.
"Buruh di Sukoharjo keberatan penerapan program Tapera oleh pemerintah pusat," ujarnya.
Sukarno menjelaskan, keberatan buruh terhadap program Tapera karena kondisi gaji atau upah yang diterima buruh sangat kecil. Seperti pada upah buruh tahun 2024 dimana kenaikan upah masih dibawah 3 persen dibanding tahun 2023.
Upah kecil yang diterima buruh semakin memberatkan apabila dipotong 2,5 persen setiap bulan untuk program Tapera pemerintah. FPB Sukoharjo juga keberatan program Tapera karena kemanfaatannya dalam jangka waktu lama dan iuran yang disetorkan tidak bisa langsung diambil manfaatnya. Hal ini bertolakbelakang dengan kondisi buruh dimana status mereka banyak yang hanya kontrak dan belum pekerja tetap.
"Pengambilan Tapera dalam waktu lama. Sedangkan buruh hanya status kontrak. Nanti saat kontrak habis dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) jelas merugikan buruh," lanjutnya.
Sukarno menambahkan, pada saat ini buruh juga sudah mengalami pemotongan upah cukup banyak setiap bulan. Potongan upah tersebut seperti untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, jaminan pensiun, jaminan kecelakaan kerja dan lainnya.
"Belum lagi buruh yang dalam kondisi kesulitan ekonomi sehingga terpaksa memiliki utang diluar tempat kerja. Utang ini juga harus dibayar dan banyak yang menggunakan sistem cicilan atau diangsur. Kalau upah masih dipotong Tapera jelas memberatkan," lanjutnya.
FPB Sukoharjo juga menerima keberatan dari perusahaan terkait program Tapera pemerintah. Sebab pihak perusahaan juga mendapat tanggungan membayar iuran Tapera buruh ditempat kerja mereka sebesar 0,5 persen setiap bulan.
"Potongan Tapera 2,5 persen ditanggung buruh dari upah. Sedangkan pihak perusahaan 0,5 persen. Sehingga total setiap bulan 3 persen. Beberapa perusahaan sudah mengajukan keberatan karena memang kondisi ekonomi perusahan sedang sulit," lanjutnya.