KARANGANYAR, KRJOGJA.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menawarkan bantuannya pada kasus kekerasan seksual yang dialami 16 bocah laki-laki di Karanganyar. Mereka hadir untuk membentengi para korban dari intimidasi dan aneka bentuk ancaman psikologis.
“Kebanyakan korban kasus kekerasan seksual, merasa malu bersaksi. Mereka tidak boleh menutup diri jika kasus ini ingin diungkap,†kata Tenaga Ahli LPSK, Susilaningtyas kepada wartawan di Mapolres Karanganyar, Jumat (24/3/2017).
Sejauh ini, terdeteksi 16 korban sodomi dari tersangka Udin (29). Namun baru 10 korban yang mau menjalani visum et repertum. Padahal laporan visum bekas kekerasan seksuai dari rumah sakit merupakan bukti penting kejahatan si predator anak. Dalam hal ini, tim ahli akan berusaha meyakinkan para korban dan keluarganya agar mau memberi keterangan penyidik hingga bersaksi di muka hakim. Jika pihak keluarga korban mencoba menghalangi, itu merupakan bentuk intimidasi dan ancaman secara tidak langsung ke korban kekerasan seksual.
“Kami siap membantu keperluan pendampingan seperti apa? Termasuk menyediakan konseling psikologis. Tentunya menggandeng pula KP2A (Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak) dan sowan dulu ke Polres Karanganyar,†kata.   Â
Wakapolres Karanganyar Kompol Prawoko menyambut baik kedatangan tepat LPSK dalam kasus kekerasan seksual 16 korban sodomi. Polres membutuhkan tenaga spesialis pendamping korban yang kebanyakan anak-anak, supaya memudahkan penyidikan kasus.
Sementara itu Ketua KP2A Karanganyar, Hadiasri Widiasari mengatakan bentuk pendampingan korban usia anak dan dewasa dalam kasus itu berlainan. Perlu diketahui, empat korban sodomi Udin di tahun 2003-2016, kini menginjak dewasa.
“Tergantung berapa tingkat trauma kekerasan. Apabila yang sudah dewasa tidak mengalami dampak apapun, tentu tidak diperlakukan sama seperti pendampingan korban bertrauma psikis lainnya,†jelasnya.
Sejauh ini, sejumlah lembaga sosial asal Solo dan sekitarnya bergabung dalam pendampingan korban pada aspek psikologis dan hukum. (R-10)