KULONPROGO, KRJOGJA.com - Kirab Upacara Tradisi Labuhan Kadipaten Pakualaman di Pantai Glagah, Temon, Kulonprogo, Selasa (10/9/2019), diwarnai aksi para pedagang di kawasan laguna Pantai Glagah. Namun aksi tersebut tidak sampai mengganggu prosesi labuhan yang diselenggarakan setiap 10 Sura Tahun Jawa.Â
Baca Juga:Â Manuskrip Quran Koleksi Pura Pakualaman Dipamerkan
Upacara Labuhan dipimpin putra pertama Paku Alam X, Bendara Pangeran Haryo (BPH) Kusumo Bimantoro. Prosesi yang diikuti ribuan warga ini diawali dengan mengirab gunungan dan ubarampe labuhan dari Pesanggrahan ke Pantai Glagah.Â
Di tengah perjalanan kirab, para pedagang di tepi jalan membentangkan spanduk keberatan rencana penataan kawasan laguna Pantai Glagah. Sejumlah spanduk juga terpampang mengatasnamakan petani tambak di Selatan Bandara Internasional Yogyakarta (BIY).
Pengageng Pambudidaya Kadipaten Pakualaman KPH Kusumo Parasto mengatakan, labuhan merupakan salah satu tradisi di Kadipaten Pakualaman setiap 10 Sura di Tahun Jawa, sebagai ungkapan syukur atas keamanan dan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. "Ini merupakan tradisi peninggalan para pendahulu yang masih dilestarikan pada era sekarang di Kadipaten Pakualaman," ujar Kusumo Parasto seusai melabuh gunungan dan ubarampe sebagai simbol kemakmuran, di laut.Â
Menanggapi adanya aksi dari para pedagang dalam perjalanan kirab, pihak Kadipaten Pakualaman telah menyerahkan permasalahan tersebut kepada Pemkab Kulonprogo sebagai pihak yang lebih berwenang. "Penataan kawasan pantai menjadi salah satu konsekuensi penataan tata ruang di sekitar bandara. Dulu sudah ada larangan namun pedagang tetap berjualan," katanya.
Sebelumnya Ketua Paguyuban Pedagang Pondok Laguna Pantai Glagah Ripto Triyono menyatakan keberatan larangan tidak boleh berjualan di Pantai Glagah karena pemerintah tidak menyediakan lokasi untuk pindah. "Jika dilarang, pedagang harus berjualan di mana? Pemerintah jangan hanya melarang dengan memberikan batas waktu sampai akhir Oktober 2019," tutur Ripto Triyono.