kulonprogo

Merti Pedukuhan Boro, Karangsewu Kolaborasi dengan Biennale Jogja 18 'Kawruh Tanah Lelaku'

Minggu, 21 September 2025 | 15:20 WIB
Ibu-ibu Padukuhan Boro menampilkan tarian Boro Menari sebagai bagian prosesi Merti Padukuhan berkolaborasi dengan Biennale Jogja 18 Kawruh Tanah Lelaku. (Asrul Sani)

Asana Bina Seni 2025 mengusung tema Prananing Boro, sebuah refleksi artistik yang dipantik dari realitas keseharian warga Padukuhan Boro II, Galur, Kulonprogo.

Kata Prananing berarti angin atau napas dalam Bahasa Kawi, dipilih sebagai metafora atas perjumpaan sekilas, singkat namun berulang, sebagaimana hembusan angin pesisir yang senantiasa berbaur dengan kehidupan masyarakat setempat.

Melalui program tersebut, sembilan seniman muda hadir, tinggal dan berdialog dengan warga Boro. Kehadiran mereka bukan sekadar sementara, tapi turut menyatu dengan pengetahuan, pengalaman serta memori kolektif desa yang kemudian diwujudkan dalam karya seni kontemporer, yang diharapkan menjadi ruang bersama untuk mengingat, mengolah dan menumbuhkan pengetahuan lintas generasi.

Karya-karya peserta Asana Bina Seni 2025 yang dihadirkan merefleksikan berbagai isu yang dekat dengan warga sekaligus relevan dengan persoalan yang lebih luas, mulai dari ekologi, arsip dan sejarah, hingga garis lebur.

Warga Boro, Karangsewu, Galur Masih Menjaga Laku Tradisi

Wakil Bupati (Wabup) Kulonprogo, Ambar Purwoko yang membuka secara resmi acara yang ditandai dengan pemecahan kendi berisi air, mengatakan, kolaborasi Merti Pedukuhan Boro dengan Biennale Jogja 18 Kawruh Tanah Lelaku sangat bagus dan akan memperkaya baik proses maupun hasil pencitaan seni.

"Tema yang diusung sangat relevan dan kontekstual, terutama bagi Kulonprogo yang masih kaya akan tradsi lisan, kearifan lokal, ekspresi budaya yang tumbuh dari akar masyarakat serta relasi yang erat antara manusia dan alam," tuturnya.

Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Dra Purwiati mengatakan, Biennale Jogja selalu menghadirkan gagasan segar, bukan hanya di ruang pameran formal tapi juga merangkul masyarakat secara langsung.

Dengan hadirnya Biennale di tengah Pedukuhan Boro II tidak hanya melihat karya seni sebagai tontonan melainkan sebagai ruang belajar bersama, ruang tumbuh dan ruang dialog antarseniman dengan masyarakat.

Tema Kawruh Tanah Lelaku terasa sangat tepat ketika dihadirkan di Karangsewu, Kulonprogo yang memiliki jejak tanah subur, sawah dan kehidupan masyarakat yang masih menjaga laku tradisi.

"Dari sini lah seni menemukan makna menyatu dengan tanah, dengan kerja, dengan keseharian sekaligus membuka ruang pertemuan dengan dunia global. Kita percaya bahwa seni memiliki kekuatan untuk mempertemukan, menginspirasi sekaligus memperkuat ikatan sosial. Semoga melalui Biennale Jogja 18 di Padukuhan Boro, masyarakat dapat merasakan manfaatnya baik dalam bentuk pengalaman, pengetahuan maupun kebersamaan," ujar Purwiati. (Rul)-

Halaman:

Tags

Terkini

YIA Siap Layani Lonjakan Penumpang Libur Akhir Tahun

Kamis, 18 Desember 2025 | 19:50 WIB

Peran Strategis Baznas Bantu Masyarakat

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:30 WIB

Data BPS Bisa Dikemas Jadi Konten Edukatif

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:45 WIB

Direksi KR Silatuhrami dengan Bupati Kulonprogo

Minggu, 7 Desember 2025 | 17:46 WIB