PT Pos Indonesia memberi syarat tambahan. Pengirim buku haruslah pegiat literasi (dari TBM) dan donator buku. Buku yang dikirim juga beratnya tidak lebih dari 10 kg. Walaupun begitu, bolehlah program ini disebut sangat baik untuk mendukung gerakan literasi di seluruh penjuru negeri.
Para “Penyintas†di Dunia Buku
Ibarat membutuhkan oksigen, dunia perbukuan kita juga sejatinya sedang mengalami sesak napas. Mereka yang bertahan adalah para penyintas yang yakin dunia buku masih menjanjikan prospek di Indonesia. Asumsi rendahnya minat baca tidaklah selalu dapat dibuktikan dengan angka-angka yang valid mengingat di Indonesia masih banyak masyarakat yang haus membaca dan masih ada buku-buku yang masuk peringkat best seller.
Bahkan, banyak novel yang juga diangkat ke layar lebar dan bioskop pun disesaki penonton. Sebut saja seperti Danur, Critical Eleven, The Naked Traveller, Dear Nathan, Surga yang Tak Dirindukan, dan Ayat-Ayat Cinta 2.
Namun, titik kritis sebenarnya berada pada jejaring toko buku yang makin lama makin sulit bertahan. Toko Gunung Agung telah menutup beberapa gerainya. Toko buku Tisera juga telah ditutup. Praktis yang bertahan kini adalah Toko Gramedia, Togamas, serta jejaring toko buku skala kecil di Ibu Kota dan daerah.
Sebuah hasil riset Ikapi menunjukkan bahwa omset penjualan buku nasional sekira 50% berada di jejaring Toko Gramedia. Karena itu, wajar jika Gramedia begitu powerful untuk menentukan kebijakan penjualan buku bagi penerbit.
Persoalan minimnya toko buku ini juga sampai ke telinga anggota dewan saat penyusunan RUU Sisbuk—kebetulan saya menjadi salah seorang Tim Pendamping Ahli. Karena itu, toko buku juga dimasukkan ke dalam kategori pelaku perbukuan yang patut dibina dan dikembangkan, terutama di daerah-daerah.
Minimnya toko buku dapat menyebabkan mandeknya distribusi buku ke seluruh Indonesia. Kemandekan ini berbahaya bagi napas penerbit untuk menjangkau calon-calon pembaca bukunya.