Selama dua hari, Selasa-Rabu (23-24/3), wartawan KR Wawan Isnawan dan fotografer Surya Adi Lesmana menelusuri pos pantau SAR DIY di kawasan 'sabuk Merapi' bagian selatan. Penelusuran diawali dari Posko Wonokerto hingga Posko Butuh. Dari barat sampai ujung timur. Berikut laporannya.
JIKA tidak digerakkan oleh hati, sangat boleh jadi mereka -- anggota SAR DIY dari berbagai komunitas relawan itu -- tidak akan sanggup bertahan berbulan-bulan memantau pergerakan aktivitas Gunung Merapi: meninggalkan rumah istri dan anak untuk melakukan patroli, mencatat aktivitas Merapi dan membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya erupsi Merapi, terutama di kawasan rawan bencana (KRB).
"Mereka bergerak dengan hati meski tanpa gaji," kata Komandan SAR DIY Drs Brotoseno MSi, diiyakan anggota SAR DIY yang mendampingi.
"Saya juga tidak pernah mengingatkan siapa yang piket di posko, sebab mereka punya kesadaran sendiri tanpa harus diingatkan," katanya pula.
Lima posko pantauan Merapi didirikan SAR DIY di lima titik: Wonokerto, Hargobinangun, Kali Kuning, Cangkringan dan Butuh yang berbatasan dengan wilayah Klaten. Sedangkan untuk Posko Safety Officer (SO) dan Posko Pancal Mubal (khusus untuk penanganan bencana di luar Merapi) berada di kantor SAR DIY.
Kecuali Posko Aju Kali Kuning, empat posko lainny didirikan setelah Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta melalui Surat No.532/45/BGV.KG/2020 menaikkan status Gunung Merapi dari Level ll Waspada ke Level II Siaga, tertanggal 5 November 2020.
Menurut Brotoseno sesua prinsip mitigasi SAR DIY, apabila BPPTKG menaikkan status Merapi dari Waspada ke Siaga maka SAR DIY harus menempatkan satu tingkat di atasnya dari Siaga ke Awas. Dengan demikian, ketika terjadi erupsi Merapi, SAR DIY sudah siap melakukan evakuasi, khususnya di daerah rawan.
Legalitas SAR DIY sebagai suatu lembaga di Daerah Istimewa Yogyakarta, menurut Brotoseno, diatur berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 44/TIM/2013 tentang Pembentukan TIM Search And Rescue Daerah Istimewa Yogyakarta tertanggal 13 Juni 2013.
SAR DIY, lanjut Brotoseno, merupakan satu-satunya tim SAR yang mendapat SK Gubernur DIY. Meskipun demikian, untuk biaya operasional SAR DIY tidak pernah minta bantuan dari pemerintah. Kecuali beberapa peralatan rescue pinjam dari BPBD DIY.
Tapi jangan lantas berpikir, inisiasi mendirikan posko pantauan Merapi itu karena dana operasional SAR DIY melimpah. Sama sekal tidak. Semua aktivitas dilakukan dengan ikhlas, dan atas nama kemanusiaan di sela kesibukan kuliah maupun bekerja.
Dari penelusuran di lima pos pantau SAR DIY, untuk operasional Posko Merapi SAR DIY tidak ada dana khusus. Dana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari berasal dari donatur, patungan anggota maupun sumbangan sukarela warga setempat melalui kotak maupun galon kecil air mineral yang ditempatkan di pintu masuk posko. "Dana di kotak itu tidak pernah habis untuk mencukupi kebutuhan makan, karena ada saja yang membantu," kata salah seorang relawan terharu.
Bahkan pulsa listrik di Pos Aju Kali Kuning tercatat lebih dari cukup. Persediaan beras juga demikian. Itu semua berasal dari sumbangan warga dan donatur yang mengapresiasi keberadaan Posko Merapi SAR DIY.
Dari pengakuan koordinator lapangan, untuk makan sehari-hari tidak ada masalah. Bantuan demi kelangsungan posko terus mengalir. Ada warga yang berbagi ketela. Tak sedikit anggota yang membawa beras. Malah ada anggota yang membawa walang, bebek, dan kelinci untuk lauk pauk.
Berdasarkan pengakuan warga setempat, keberadaan Posko Merapi SAR DIY member rasa aman dan nyaman. Makanya, khusus untuk posko di Butuh, warga dengan sukarela mempersilakan rumahnya dipakai untuk pos pantau. Warga juga yang membersihkan dan mengecat rumahnya dengan warna oranye sesuai seragam SAR DIY. Begitu pula Posko SAR DIY di Cangkringan dan Kali Kuning. Sedangkan untuk tenda berukuran besar pinjam dari BPBD DIY, kecuali tenda di Posko Merapi SAR DIY di Hargobinangun.