Menelusuri Posko Merapi SAR DIY, Bekerja dengan Hati Meski Tanpa Gaji

Photo Author
- Sabtu, 27 Maret 2021 | 19:25 WIB
Pos Aju SAR DIY di Kali Kuning dilengkapi ambulan dan mobil patrol. (Foto : Surya Adi Lesmana)
Pos Aju SAR DIY di Kali Kuning dilengkapi ambulan dan mobil patrol. (Foto : Surya Adi Lesmana)

Tidak ada kata bosan dan bermalas-malasan ketika anggota mendapat giliran piket. Dalam kondisi hujan dan panas jadwal piket tetap berjalan. Spirit mereka dipompa oleh kenyataan pahit saat erupsi Merapi tahun 2006 dan 2010. Dahsyatnya letusan Merapi ketika itu memakan banyak korban jiwa. Rumah hancur terbakar dan sebagian tertimbun material letusan.

Eloknya, setiap piket mereka tidak lepas dari sepatu, seragam dan atribut lainnya. Semua anggota benar-benar menjaga kesiapsiagaan karena bencana datang tiba-tiba tanpa memberitahu terlebih dulu.

Dalam keseharian mereka juga melakukan patroli di sejumlah wilayah seiktar posko. Mereka mencatat dan memantau warga yang memasuki kawasan rawan bencana untuk mencari rumput. Setiap posko juga mempunyai data jalur khusus evakuasi warga, dan Jumlah warga yang rentan. Bahkan data warga yang sakit maupun sedang hamil pun semua tercatat. Memang sangat rinci. Data tersebut dibutuhkan ketika evakuasi apabila terjadi erupsi. Warga yang rentan itulah yang akan mendapat perhatian khusus di saat evakuasi.

Dari lima posko, khusus untuk posko Wonokerto dan Hargobinangun banyak melibatkan warga sekitar yang sudah terlatih dan berpengalaman. Tapi untuk Pos Aju Kali Kuning, Posko Cangkringan dan Butuh melibatkan anggota SAR DIY dari Gunungkidul, Bantul dan Kota Yogya. Posko Aju Kali Kuning juga melibatkan Resimen Mahakarta baik alumni maupun yang masih aktif.

Setiap Posko Merapi SAR DIY diperkuat 22 personel (termasuk komandan regu) yang dibagi dalam dua shift, masing-masing shift 12 jam. Total sekarang ini ada 142 regu," kata Brotoseno.

Kecuali itu, setiap posko juga diperkuat Safety Officer (SO). Khusus SO ini tidak selalu berada di Posko Merapi SAR DIY melainkan di kantor SAR DIY (Posko Pusat) di Jalan Tentara Zeni Pelajar No 1b Bumijo, Jetis, Yogya.

SO bertugas mengumpulkan dan mengolah data aktivitas Gunung Merapi dari masing-masing posko untuk kemudian menyarankan tindakan apa yang mesti dilakukan oleh anggota di tiap posko.

Sedangkan untuk fasilitas posko, masing-masing dilengkapi alat komunikasi standar khususnya untuk memantau aktivitasMerapi setiap harinya dan perlengkapan P3K. Semua posko mitigasi juga dilengkapi ambulan dan mobil patroli atau operasional.

Dari pantauan Posko Merapi SAR DIY pula diketahui bahwa selama 12 jam pada Kamis (4/3) pukul 20.00 hingga Jumat (5/3) pukul 08.00 terjadi guguran lava Merapi sebanyak lebih 150 kali. Dari guguran lava sebanyak itu memang tidak berdampak pada warga masyarakat, tapi ancaman itu membuat SAR DIY terus meningkatkan kewaspadaan.

Brotoseno menambahkan, Posko Merapi SAR DIY sengaja ditempatkan di zona aman berjarak lebih 5 kilometer dari puncak Merapi. Terutama di daerah yang mudah dijangkau warga masyarakat. Sebab berdasarkan pengalaman erupsi tahun 2006 dan 2010, suasana jalanan ketika itu sangat kacau. Warga bingung mau lari kemana. Tugas anggota SAR DIY, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah mengarahkan warga ke jalan raya dan menjauhkan warga dari sungai yang menjadi aliran lava Merapi.

Rasan-rasan dari warga yang sempat didengar anggota SAR DIY, warga justru berharap Merapi segera meletus tapi tidak menimbulkan korban jiwa dan material. Dengan demikian kondisi masyarakat kembali pulih tanpa disertai rasa was-was.

Memang, seperti dikatakan Brotoseno, kenaikan status sejalan dengan aktivitas Merapi membuat warga masyarakat di sekitar Merapi merasa khawatir. Pendapatan warga masyarakat terutama yang diperoleh dari sektor pariwisata menurun drastis, karena objek pariwisata ditutup. Lebih memprihatinkan lagi sekarang sedang pandemi Covid- 19.

Makanya, dalam kesempatan rapat koordinasi bersama BPBD DIY, Selasa (23/3) siang di Cangkringan, Brotoseno mempertanyakan kenaikan status Merapi dari Normal menjadi Normal Aktif, Waspada kemudian Siaga. "Apa bedanya enam bulan lalu dengan sekarang? Kenapa tidak status Merapi ditetapkan Normal Aktif? Ini saya katakana kaitannya untuk membangun rasa bela terhadap warga lereng Merapi yang ekonominya turun drastis karena Covid-19 dan Merapi. Maka turunkan saja statusnya menjadi Normal Aktif," kata Brotoseno.

Kalaupun nanti statusnya ditetapkan menjadi Normal Aktif, menurut Brotoseno, SAR DIY tetap tidak akan menarik anggotanya dari Posko Merapi. Karena bagi SAR DIY, ketika statusnya Normal Aktif, SAR DIY menaikkan status setingkat di atasnya menjadi Waspada, dan ketika statusnya Waspada, SAR DIY menempatkannya sebagai status Siaga. "SAR DIY harus menempatkan satu tingkat di atas status yang ditetapkan instansi terkait, karena itu merupakan prinsip mitigasi SAR DIY," katanya.

Menurut Brotoseno, masalah status ini memang pernah didiskusikan bersama instansi terkait. Diketahui bahwa penetapan status dari Normal menjadi Normal Aktif kemudian naik menjadi Waspada dan Siaga itu karena alasan kemanusiaan. "Logikanya memang benar, lebih baik masyarakat diungsikan meski tidak terjadi apa-apa daripada tidak diungsikan tapi teriadi apa-apa," katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X