"Kalau istilah orang Jogja itu woles. Jadi kita melihat orang lain sebagai manusia sebagai saudara, teman yang bisa bersama-sama melakukan hal yang kita tidak bisa melakukan sendiri,†ujar Allisa yang juga sebagai koordinator Jaringan Gusdurian tersebut.
Dikatakannya ujaran kebencian itu sebetulnya keluar dari rasa ketakutan pada kelompok tertentu yang merasa terpinggirkan dan tidak mau dianggap kalah kemudian disampaikan lewat media sosial. Kebencian sekecil apapun terhadap suatu kelompok, kalau dilakukan berulang-ulang akan memperbesar persoalan.
"Kalau di media sosial itu tidak berhadapan langsung dengan orangnya. Jadi tinggal menuangkan saja karena juga tidak ada konsekuensi terhadap apa yang diucapkan,†tambahnya.
Sementara itu Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, orang yang terawat akal kesehatannya dapat menggembirakan perbedaan. Sehingga muncul kegiatan berdialog dengan orang lain yang didalamnya juga terdapat ikatan tali silaturahmi.
"Anak muda sekarang kalau berdebat beraninya di media sosial. Giliran berhadapan tidak keluar pendapat, apalagi yang hobi bikin akun anonim kemudian menghujat. Bisa jadi mereka tidak berani berdialog, tetapi monolog dan ini harus dihentikan,†ujar Dahnil. (Gumido)