Cerita Warga Batak di Jogja Pertahankan Budaya Leluhur dengan Pesta Bona Taon, Apa Itu?

Photo Author
- Minggu, 18 Februari 2024 | 14:57 WIB
Warga Batak Patogar menggelar Pesta Bona Taon dengan meriah (foto: Harminanto)
Warga Batak Patogar menggelar Pesta Bona Taon dengan meriah (foto: Harminanto)


Krjogja.com - SLEMAN - Jogja merupakan Indonesia mini, ternyata benar-benar bukan slogan belaka. Semua suku di Indonesia ada di Jogja, salah satunya Suku Batak yang bahkan sudah tinggal dan menetap setelah merantau dari tanah kelahiran puluhan tahun silam.

Salah satunya Suku Batak dari Marga Siregar yang menggelar Pesta Bona Taon, Minggu (18/2/2024) di Wardoel Jogja, kawasan Sinduharjo Ngaglik Sleman. Ratusan orang berkumpul, beribadah bersama lalu menari Tor-Tor (Manortor) yang menjadi salah satu bagian budaya tak terpisahkan Suku Batak.

Marga Siregar sangat banyak di Jogja, namun tercatat ada 90 Kepala Keluarga yang menjadi anggota Patogar Boru Bere & Ibebere se-DIY ikut dalam kegiatan tersebut. Suasana kekeluargaan muncul karena tua, muda, besar, kecil berkumpul dan Manortor secara bergantian tak lupa mengenakan kain Ulos, dengan suasana penuh kebahagiaan.
 
Baca Juga: Baru Mulai Memelihara Kucing? Perhatikan 6 Hal Ini Agar Tidak Salah Dalam Memberikan Perawatan Bagi Kucing Anda

Para orang tua 'nyawer' memberikan uang saat ada yang manortor, begitu pula sebaliknya, siapapun boleh memberi dan menerima. Uang-uang ini dikumpulkan, dan nantinya digunakan ketika ada kegiatan yang dilakukan bersama-sama.

Samuel Siregar, Ketua Panitia Pesta Bona Taon 2024 mengungkap bahwa paling tidak ada 1/4 anggota merupakan masyarakat Jawa yang menikah dengan Suku Batak dan tinggal menetap di Jogja. Mereka tetap berusaha melestarikan tradisi, menurunkan pada anak cucu meski berada jauh dari tanah kelahiran.

"Acara ini wujud syukur kami karena memulai tahun yang baru. Kami awali dengan ibadat kebetulan secara Kristiani, lalu manortor bersama-sama. Semua Patogar bisa ikut, tidak hanya yang murni marga Siregar saja. Kami ingin melestarikan budaya, mengenalkan pada anak cucu karena tidak sedikit yang lahir dan besar di Jogja ini," ungkapnya di sela acara.
 
Baca Juga: Begini Komitmen DLH Kabupaten Bantul dalam Membangun Ruang Terbuka Hijau di Tahun 2024

Seperti halnya budaya Jawa, adat masyarakat Batak juga mengenal selebrasi fase kehidupan mulai kelahiran, pernikahan hingga kematian. Budaya inilah yang terus berusaha dilestarikan, tentu dengan tetap menyesuaikan tempat di mana mereka tinggal.

"Kami di perantauan tetap melestarikan budaya karena ini sebagai kewajiban, termasuk penting untuk tahu trah keturunannya, juga marga secara detailnya. Jangan sampai kalau kami saling bertemu, keliru memanggilnya, karena pasti kena marah dan malu nanti," sambungnya tersenyum.

Sementara, Baldric Siregar, salah satu tokoh Patogar Boru, Bere dan Ibebere DIY menambahkan bahwa masyarakat Batak memiliki kebiasaan untuk memulai tahun baru dengan rasa syukur. Pesta Bona Taon menjadi momentum rasa syukur yang diungkap bersama, sekaligus upaya mempererat ikatan persaudaraan di tanah perantauan.
 
Baca Juga: Tweet Puan Maharani Mengutip Perkataan Kakeknya, Jadi Sorotan Netizen

"Kami orang Batak punya kebiasaan di awal tahun harus menyampaikan syukur juga memohon doa agar satu tahun ke depan diberkati Tuhan. Patogar di Jogja ini ada sejak 1989, setiap tahun kami gelar agenda ini. Di Perkumpulan ini tak semua biologisnya Marga Siregar, ada yang suami atau istrinya dari Jawa juga. Kami ikuti budaya ibu, tapi harus bisa menyesuaikan dengan budaya Jawa. 1/4 di sini orang Jawa, ya inilah wujud Kebhinekaan dengan tetap mempertahankan kebudayaan ibu," tandasnya.

Bagi Baldric dan kolega, mereka menyadari betul ada di tanah perantauan sehingga persaudaraan harus benar-benar terjalin dengan baik. Mereka menyadari bagaimanapun mereka berbaur dengan sesama lintas suku, agama dalam kehidupan sehari-hari sehingga memahami untuk turut menjaga Kebhinekaan Indonesia.

"Kami bertemu satu suku itu biasanya di gereja atau acara-acara seperti ini, sementara sisanya kami hidup bersama masyarakat secara umum. Inilah wujud Kebhinekaan menurut kami, berbeda-beda suku tapi bisa hidup bersama dengan rukun dan damai," pungkasnya. (Fxh)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X