Satu Tahun 'Literasi Desa Tumbuh', Hadirkan Harapan Baru dari Dusun Kecil di Kabupaten Sleman

Photo Author
- Minggu, 20 Juli 2025 | 15:30 WIB
Demo memasak kue tradisional Nusantara menandai perayaan satu tahun kiprah Literasi Desa Tumbuh. (Foto: M Nur Hasan)
Demo memasak kue tradisional Nusantara menandai perayaan satu tahun kiprah Literasi Desa Tumbuh. (Foto: M Nur Hasan)

Menurut Nur Huda yang sehari-harinya lebih sering berada di Singapura, di LDT, seni bukan sekadar hiburan, namun ia adalah alat pembangun karakter dan jembatan antargenerasi. Ruang Seni menjadi ruang berkesenian ibu-ibu dan anak-anak, dari latihan angklung mingguan hingga pertunjukan tari tradisional yang dikemas secara modern oleh Shindy, penari profesional lulusan ISI Surakarta.

Baca Juga: Lulusan STP AMPTA Harus Kompeten, Berintegritas dan Professional

Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan ekspresi budaya, tetapi juga membangun rasa percaya diri, keberanian tampil, dan kerja sama antargenerasi. "Anak saya dulu sangat pemalu, tapi sejak ikut latihan angklung dan pentas, dia jadi lebih terbuka dan percaya diri," ujar salah satu orang tua peserta.

Lebih dari sekadar membaca, Ruang Baca dirancang sebagai ruang dialog. Anak-anak diajak mengenal keberagaman profesi, mendengarkan kisah para relawan seperti pemadam kebakaran, bidan desa, guru, musisi, hingga penyandang disabilitas. "Kami ingin membentuk anak-anak yang punya empati dan nalar kritis, bukan hanya pintar, tapi juga peduli," ungkap Amsa Nadzifah, Ketua LDT sekaligus alumnus LPDP - University of Melbourne.

LDT secara sadar menjadikan literasi sebagai alat untuk membangun kesadaran sosial, memperkenalkan nilai inklusi, serta memanusiakan manusia dalam pengertian yang paling dasar. Dikatakan Nur Huda yang juga owner Omah Betakan, kekuatan LDT terletak pada keterlibatan generasi muda dari dusun itu sendiri. Sosok-sosok seperti Amelia Sekar (alumnnus UNY) dan beberapa relawan muda lainnya kini menjadi penggerak aktif dalam kegiatan harian yayasan. Mereka tidak hanya hadir sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai role model yang menunjukkan bahwa desa tidak kekurangan pemimpin, hanya butuh ruang untuk tumbuh.

Baca Juga: Beras Oplosan Wajib Ditarik dari Pasaran, Batas Waktu 30 Hari

Diakui Nur Huda, setahun perjalanan adalah waktu yang singkat, tetapi cukup untuk membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari titik kecil. LDT telah menjadi contoh bagaimana literasi, ketika dimaknai secara luas dan dijalankan dengan hati, bisa menjadi alat transformasi sosial yang nyata.

Ke depan, LDT berkomitmen memperluas dampaknya, menggandeng lebih banyak mitra lintas sektor, mereplikasi program di desa lain, serta terus mengembangkan konten literasi yang kontekstual dan relevan bagi komunitas. Dengan pendekatan partisipatif, berbasis budaya lokal, dan menjunjung prinsip keberlanjutan, LDT ingin menjadi model gerakan literasi desa yang adaptif di tengah dunia yang terus berubah.

"Yayasan Literasi Desa Tumbuh bukan hanya tentang buku dan perpustakaan. Ini adalah cerita tentang ibu-ibu yang menemukan suara, tentang anak-anak yang menemukan mimpi, dan tentang desa yang percaya pada potensi dirinya sendiri," ungkapnya. (San)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X