sleman

KSPSI Inginkan Ojol Diberi Status Pekerja, Ternyata Ini Alasannya

Minggu, 20 Juli 2025 | 11:10 WIB
Jumhur Hidayat.

Krjogja.com - SLEMAN - Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Mohammad Jumhur Hidayat, menegaskan pernyataan agar para pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia berstatus sebagai pekerja. Dengan status itu, ojol memiliki hak yang jelas termasuk perlindungan dan jaminan sosial.

"Kita mendapat laporan dari bawah dari teman-teman buruh tentang bagaimana kesewenang-wenangan, ketidakadilan, pendapatan yang kecil, jam kerja tidak menentu, tidak ada perlindungan. Akhirnya kita ambil kesimpulan ya sudah distatuskan sebagai pekerja," ungkapnya usai diskusi bertema Mungkinkah Ojol Menjadi Pekerja di Grand Sarila Hotel Sleman, Sabtu (19/7/2025) petang kemarin.

Di hadapan perwakilan pengemudi ojol, Jumhur yang juga pernah menjabat Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI itu menyampaikan, ternyata keinginan yang kuat itu tidak hanya mencuat di Indonesia. Belum lama ini ia mengikuti pertemuan organisasi buruh sedunia (ILO) di mana serikat buruh dari 187 negara menyatakan sepakat mereka yang bekerja pada platform digital transportasi dikategorikan sebagai pekerja dengan fleksibilitas yang tinggi.

Baca Juga: Monumen Husein Sastranegara dan Ahli Teknik Pesawat Bakal Dibangun di Yogya

"Artinya bukan pekerja seperti pada umumnya disertai aturan jam kerja delapan jam sehari, harus datang pagi atau pensiun usia sekian. Aturan itu untuk platform digital sangat bisa berubah. Yang pasti hak-hak dasar mereka setelah menyandang status pekerja harus ada. Itu yang sebetulnya kita inginkan dan lebih cespleng, karena dalam tanda kutip ketidakpuasan, kekecewaan dan mungkin penderitaan itu sudah terjadi," tandas Jumhur.

Jumhur prihatin dengan adanya pernyataan masih untung driver ojol bisa bekerja karena ada aplikator platform digital. Baginya, hal itu merupakan perdebatan yang sudah terjadi sejak 200 tahun silam dengan istilah disebut tentara cadangan.

"Kalau kita bicara seperti itu kita mundur. Tidak sahih kalau ada orang mengatakan syukurlah ada aplikator. Kita sebagai bangsa dan manusia bukan sekadar hidup untuk makan tetapi meningkatkan peradaban, termasuk perlindungan, tabungan, punya masa depan, hari tua, bisa mengurus dan menyekolahkan anak," ungkapnya.

Menurut Jumhur, seharusnya pertanyaannya adalah antara penghasilan aplikator dan uang yang dikeluarkan untuk yang bekerja atau mitra. Hal-hal ini tak pernah dibuka sehingga selalu saja berakhir sebagai debat kusir tanpa solusi.

Baca Juga: Berkomitmen Kuatkan SDM, 168 Peserta Ikuti Penataran Pelatih PDBI DIY

"Itu kan tidak pernah dibuka, kalau dibuka ketahuan. Jangankan itu, pemerintah nggak pernah tahu berapa juta orang yang bekerja di sektor ini. Kalau di pabrik saya tahu, karena semua harus melaporkan," tandasnya.

Dalam diskusi terungkap pula bahwa sejumlah negara sudah menetapkan mitra platform digital sektor transportasi akhirnya bisa menyandang status pekerja. Tahun 2021, Inggris menetapkan mereka sebagai pekerja diikuti Spanyol pada tahun yang sama menyatakan harus diangkat sebagai pekerja.

"Hingga saat ini Indonesia belum menetapkan posisi yang tegas bagi para pengemudi ojol apakah berstatus pekerja ataukah mitra. KSPSI khawatir jangan sampai model-model kemitraan seperti itu dimanfaatkan untuk menghindari tanggung jawab sosial," tegas Jumhur.

Dalam dialog tersebut hadir pula Perwakilan Driver Ojol Yogyakarta, Agus Sugito, pengamat kebijakan publik D Suyono, serta moderator Waljid Budi Lestarianto yang juga Ketua DPD KSPSI DIY. (Fxh)

Tags

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB