SOLO,KRJOGJA.com - Bagi umat Islam, 20 hari terakhir di bulan Ramadan, khususnya di malam-malam hari ganjil, dipercaya sebagai turunnya Lailatul Qadar yang disebut lebih mulia dari seribu bulan.
Prosesi adat di Kraton Kasunanan Surakarta dikenal  dengan Malam Selikuran Ramadan 1.442 Hijriyah digelar oleh Lembaga Dewan Adat (LDA) pimpinan GKR Wandansari Koes Moertiyah dengan dzikir dan tahlil di Masjid Agung Kraton Surakarta.
"Karena masih pandemi Covid-19, untuk malam Selikuran kali ini,   tidak menyelenggarakan arak-arakan. Kerabat Kraton Surakarta yang tergabung dalam Lembaga Dewan Adat hanya tahlil dan dzikir di Masjid Agung Kraton Surakarta,†ujar Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum LDA Kraton Kasunanan Surakarta, Dr KP Eddy Wirabumi kepada wartawan.
Kanjeng Wira panggilan akrab KP Eddy Wirabumi menambahkan sudah mendapatkan perizinan untuk penyelenggaran acara tersebut dari Satgas Covid Kota Solo dan Polsek Pasarkliwon.Gelaran Malam Selikuran dilakukan dengan melaksanakan prosedur kesehatan. Peserta harus mengenakan masker, sebelum masuk masjid dicek suhu tubuhnya. Cuci tangan dan menjaga jarak.
"Alhamdulillah prosesi malam Selikuran berjalan lancar khidmad dilaksanakan setelah salat Taraweh. Waktunya pun kita persingkat cukup 30 menit tanpa meninggalkan kesakralannya," paparnya.
Pihak LDA Kraton Surakarta telah mengajukan surat permohonan kepada Satgas Covid, tanggal 26 April, kemarin izinnya turun. Tanggal 27 nya pihaknya bersurat, memberitahukan kepada masjid, Polsek dan Koramil, bahwa LDA akan melakukan kegiatan itu,†papar Kanjeng Wira .
Pihak LDA kemudian mengirim surat lagi kepada masjid, memberitahukan bahwa pihak LDA tetap akan menyelenggarakan itu, karena mempunyai izin penyelenggaraan dari Satgas Covid-19. "Pihak LDA Kraton Surakarta tidak mengadakan arak-arakan, tapi hanya dzikir, tahlil di masjid,†katanya.
Seperti diketahui tradisi unik Malam selikuran awal dikembangkan oleh raja Mataram Islam Sultan Agung Hanyakrakusumo (1613-1645). Akan tetapi, ritual ini sempat mengalami pasang surut.
Di Keraton Surakarta, malam selikuran dihidupkan lagi oleh Pakubuwana IX (tahun 1861 – 1893)
dan mengalami puncaknya pada masa Pakubuwana X (tahun 1893 – 1939).
Malam Selikuran merupakan tradisi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dalam menyambut malam ke-21 atau 10 hari terakhir bulan Ramadan. Dalam kondisi normal tidak ada wabah,arak arakan tumpeng juga ting atau pelita dilakukan dari Masjid Agung menyusuri Jalan Slamet Riyadi dan berakhir di Joglo Sriwedari. (Hwa).