SRAGEN (KRjogja.com) - Warga Krujon, Desa Toyogo, Kecamatan Sambungmacan, Sragen terus menolak keras rencana pembangunan pabrik baru di dekat permukiman mereka. Setelah sempat memasang spanduk penolakan, perwakilan warga mendatangi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sragen, Jumat (11/7/2025).
Mereka menuntut penjelasan mengenai analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) serta hak masyarakat untuk hidup sehat dan tenang. Kekhawatiran warga bukan tanpa alasan. Selama empat tahun terakhir, mereka telah merasakan langsung dampak parah debu pekat dari operasional pabrik beton ringan Blesscon yang ada saat ini.
Penolakan warga Dukuh Krujon ini mencerminkan trauma mendalam akibat dampak lingkungan dari pabrik lain yang sudah beroperasi. Warga berharap pembangunan pabrik baru ini dikaji ulang dan dialihkan ke lokasi yang tidak berhimpitan dengan permukiman dan fasilitas umum warga.
Ketua RT 29 Dukuh Krujon, Sugino mengungkapkan, jarak permukiman dengan pabrik hanya puluhan meter. Sehingga dampak lingkungan seperti debu dan polusi air langsung terasa. "Setiap hari partikel debu sangat pekat. Kami sudah mencoba berkomunikasi dengan pihak pabrik, tapi tidak pernah ditanggapi," keluh Sugino.
Warga semakin resah dengan rencana pembangunan pabrik baru yang jaraknya hanya 50-100 meter dari permukiman. Mereka khawatir dampak yang lebih buruk akan menimpa mereka. "Kami kapok dengan apa yang sudah menimpa kami," tegasnya.
Ironisnya, lahan yang akan dibangun pabrik baru ini adalah sawah produktif yang mampu panen tiga kali setahun dengan sistem irigasi teknis. Menurut warga, satu patok sawah di Sambungmacan rata-rata menghasilkan 2,5 hingga 3 ton padi.
Meskipun lahan ini telah beralih status menjadi lahan 'merah' atau siap jadi kawasan industri, sebagian besar pemiliknya berasal dari luar desa. Kendati demikian, warga Krujon tetap menolak dengan alasan lingkungan. "Kami tidak menolak investasi asing, tapi bagaimana dengan nasib kami?" tanya Mariman, salah seorang warga.
Menanggapi keluhan warga, Kepala DLH Sragen, Rina Wijaya mengonfirmasi bahwa dokumen lingkungan untuk rencana pabrik baru tersebut belum ada. Proses Amdal atau UKL/UPL belum bisa ditentukan karena luasan lahan dan bangunan yang pasti belum diketahui dan harus melalui proses tapis awal melalui amdalnet. "Izin lingkungan dan izin bangunan juga belum ada,” kata Rina.
Dia memahami keberatan warga karena detail mengenai limbah dan jenis mesin yang akan digunakan pabrik baru tersebut memang sejauh ini belum ada kejelasan. (Sam)