Krjogja.com - KARANGANYAR – Kekosongan jabatan kepala sekolah di Kabupaten Karanganyar masih menjadi persoalan serius dalam pengelolaan pendidikan. Hingga saat ini tercatat 105 sekolah dasar (SD) dan 11 sekolah menengah pertama (SMP) negeri belum memiliki kepala sekolah definitif.
“Kami sudah berulang kali mengajukan proses seleksi ke provinsi dan BKPSDM. Hari ini sudah ada finalisasi, dan seleksi calon kepala sekolah akan dilaksanakan mulai akhir tahun ini,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Karanganyar, Nugroho, Senin (10/11).
Baca Juga: Tingkat Kematangan Steak: Panduan Lengkap untuk Menikmati Daging Sempurna
Namun, tahun ini Karanganyar hanya dapat mengirimkan 70 calon kepala sekolah untuk mengikuti seleksi karena keterbatasan anggaran. Sementara itu, kekosongan yang cukup banyak membuat sejumlah sekolah harus menunggu penempatan kepala sekolah baru lebih lama.
Nugroho, menjelaskan bahwa dalam seleksi tahun ini terdapat dua skema. Guru atau pelaksana tugas (Plt) yang berusia di atas 56 tahun kemungkinan besar akan langsung didudukkan tanpa melalui tes, mengingat masa pensiunnya yang tinggal beberapa tahun lagi. Sedangkan guru di bawah usia tersebut tetap harus mengikuti tes seleksi calon kepala sekolah, yang rencananya akan dilaksanakan di BKN atau Universitas Sebelas Maret (UNS).
"Prosesnya selesai akhir tahun ini agar kekosongan jabatan kepala sekolah segera terisi," katanya.
Baca Juga: INSTIPER Wisuda 374 Lulusan Sarjana dan Pascasarjana, 20 Persen Langsung Diterima Bekerja
Situasi ini dirasakan langsung oleh para guru di lapangan. R, seorang guru di salah satu SD di Kecamatan Tasikmadu, menuturkan bahwa ketiadaan kepala sekolah definitif menyebabkan pengelolaan sekolah menjadi kurang efektif.
“Banyak kepala sekolah di sini yang merangkap jabatan, bahkan ada yang mengampu dua sampai tiga sekolah sekaligus. Akibatnya, waktu dan perhatian mereka terbagi. Kadang keputusan administratif atau kegiatan sekolah jadi terlambat karena menunggu koordinasi dengan kepala yang juga sibuk di sekolah lain,” ungkapnya.
Menurut R, kondisi tersebut juga berdampak pada pembinaan guru dan pelaksanaan program sekolah. “Kami jadi lebih banyak berkoordinasi lewat pesan atau menitipkan berkas, padahal beberapa hal perlu bimbingan langsung dari kepala sekolah,” katanya (Lim)