Pada akhirnya, ia berangkat ke Australia di awal tahun baru 2018. Setelah dua tahun menempuh studi, ia sudah mengumpulkan hasil tesisnya ke kampus pada November 2019. "Kalau aturan yang lama, sebenarnya sudah selesai. Tapi saat ini, ada aturan baru, harus ada oral exam atau sidang, saat ini masih menunggu jadwal," kata Steffi.
Indonesia Punya Keragaman Pangan
Selama kuliah pascasarjana di Jurusan Ilmu Pangan, Universitas Qeensland Australia, Steffi sehari-hari melakukan penelitian tentang kandungan apa yang ada di pangan. Tentang makanan dianggap sehat kalau punya kandungan apa atau tidak punya kandungan apa.
"Saya digembleng dalam hal critical thinking, di sisi lain, selama kuliah saya juga mengingat kembali di Indonesia kita punya apa. Ternyata bahan pangan lokal kita misalnya dari jenis polong-polongan sangat banyak. Memang tidak secara khusus mempelajari pangan lokal tapi prinsip cara berpikirnya itu yang saya pelajari kemudian saya terapkan di pangan lokal di Indonesia," katanya.
Dari referensi yang ia baca selama melakukan penelitian, sebenarnya keragaman pangan paling tinggi di masyarakat yang masih tradisional di negara dunia ketiga, salah satunya Indonesia. Terutama di daerah marjinal yang sering dilanda perubahan cuaca atau iklim ekstrim. Biasanya daerah-daerah ini yang ketahanan pangannya sangat tinggi.
Di sisi lain, ternyata masyarakat yang terbiasa dengan pangan yang beragam, terutama pangan nabati itu ekosistem usus mereka juga lebih beragam, sehinga mereka sebenarnya lebih tahan terhadap penyakit-penyakit degeneratif.
Dari pengalaman kuliahnya tersebut, Steffi menyadari memang potensi pangan lokal di Indonesia sangat banyak. Terutama jika dihubungkan dengan kesehatan. Hal itulah yang ia sampaikan dalam kursus online tentang pangan lokal selama masa pandemi Covid-19.
Letusee, katering makanan sehat yang dikelola bersama temannya menyediakan lauk siap saji untuk mahasiswa terdampak pandemi covid-19
Tema yang diusung di kelas online adalah 'Prinsip Dasar Nutrisi' serta 'Karbohidrat dan Kesehatan Usus'. Total kelas yang diadakan dari April hingga Mei sebanyak 7 kali. "Dua kelas tersebut salah satu tujuannya mengenalkan tentang potensi pangan lokal, tentang kandungan nutrisi dan potensi kesehatan di dalamnya," kata Steffi.
Kelas online tersebut juga upaya dari Letusee terlibat dalam membantu orang-orang yang terdampak Covid-19. Sebagian biaya pendaftaran digunakan untuk pengadaan sembako, tempe kacang tolo, dan lauk siap saji. Sebagian besar bantuan tersebut disalurkan melalui Dapur Aksi Berbagi (DAB).
Ke depan Steffi melalui Letusee ingin lebih mengenalkan potensi pangan lokal ke seluruh Indonesia. Awal tahun lalu, ia bersama rekan-rekannya di Letusee ke Sumba Barat Daya untuk berbagi pengetahuan tentang pangan lokal dalam sebuah program. Seharusnya pertengahan tahun ini ia bersama rekan-rekannya di Letusee akan kembali ke daerah itu, sayang pandemi covid-19 membuat program itu mungkin tertunda. (Apw)