SESUDAH lulus dari sekolah dasar, Rochmat Wahab kecil menghadapi dilema yang luar biasa. Teman-teman sekolah Rochmat mengenyam pendidikan lanjutan di berbagai sekolah favorit dalam dan luar kota Jombang.
Ketika Rochmat menanyakan dan bercerita ke ayahnya tentang keinginannya untuk bersekolah, sang ayah justru menginginkan Rochmat untuk ikut paman kerja di bengkel dan menunda mimpinya tersebut. "Teman saya Mubin di sekolah teknik, Nasikah di sekolah Kristen top di Surabaya. Saya masih meraba-raba. Disuruh ikut mbengkel kayak kakak saya, saya tidak mau! " ungkapnya.
Cerita Sebelumnya : Kisah Masa Kecil Rektor UNY yang Tak Banyak Orang Tahu
Keinginan untuk melanjutkan sekolah sangat kuat dalam diri Rochmat. Tahun 1971 itu ada sekolah baru yang akhirnya menarik minat Rochmat. Sekolah baru yang cukup megah di zamannya tersebut berlokasi di Bareng, Jombang, yang berjalak 12 km dari rumah Rochmat yang berada di Desa Blimbing, kecamatan Kesamben.
Sekolah tersebut adalah sekolah Pendidikan Guru Agama 4 Tahun Jombang yang kini telah berubah nama menjadi MTSN Bareng. Setiap hari, Rochmat membonceng sepeda temannya untuk berangkat sekolah karena tidak memiliki sepeda menempuh jarak tersebut.
Rochmat bergantian dengan temannya dalam mengayuh sepeda. Kadang bergiliran ketika berangkat dan pulang, atau bergiliran sembari berhenti sejenak di tengah jalan ketika salah satu merasa kelelahan mengayuh. Hal ini dijalani oleh Rochmat selama pendidikan guru agama.
Untuk membayar biaya sekolah, Rochmat harus mencari uang sendiri karena sang ayah tidak setuju dengan keputusannya bersekolah. Pada awalnya Rochmat bekerja kepada adik sang nenek yang berprofesi sebagai lurah.
Setiap hari, Rochmat mencangkul kebun tempatnya bekerja untuk membersihkan rumput dan memperindah pekarangan rumah. Atas kerja kerasnya tersebut Rochmat dibiayai untuk membayar sekolah dan membeli buku tulis maupun buku pelajaran.