Rochmat pun akhirnya menyanggupi dan setiap sore menggembalakan kerbau tersebut. "Bayangkan saja, teman-teman saya pada belajar tapi saya tiap sore harus nyambi gembala kerbau," ungkapnya.
Hari pertama Rochmat menggembala kerbau, semua kerbau tersebut lari tak terkejar oleh Rochmat. Rochmat harus bersusah payah hingga matahari terbenam untuk mendekati secara perlahan kerbau-kerbau itu agar mau pulang dan tidak lari lagi.
"Lari semua itu kerbau. Takut saya kalau sampai makan kebun tetangga," ungkapnya. Pasca kejadian itu, Rochmat meminta sang ayah membelikan tali tampar untuk dikalungkan di lehernya dan mempermudah pekerjaannya menggembala kerbau.
Setelah kerbau tersebut memiliki ikat leher, Rochmat dapat dengan mudah menali kerbau tersebut di tengah padang rumput. Sembari membiarkan kerbau-kerbau tersebut makan, Rochmat mengisi waktu dengan belajar, menyiapkan tugas untuk esok hari, dan mengaji di bawah pohon kalor.
"Saya siapkan pertanyaan dan jawaban untuk kelas besok dan materi ujian. Juga saya isi dengan menghafal yasin, al rohman, al mulk, al fatah, al waqiah," ujarnya.
Perjuangan Rochmat itu akhirnya berbuah manis. Sang ayah memberikan upah yang dijanjikannya untuk membayar biaya ujian Rochmat. Hal inilah yang terus dikenang Prof. Rochmat Wahab untuk selalu berjuang dalam kondisi apapun. "Tidak asal nodong saja. Semua harus diperjuangkan. Termasuk cita-cita," ungkapnya. (Ilham Dary Athallah)
Sesudah lulus dari sekolah dasar, Rochmat Wahab kecil menghadapi dilema yang luar biasa. Teman-teman sekolah Rochmat mengenyam pendidikan lanjutan di berbagai sekolah favorit dalam dan luar kota Jombang. Baca kisah selanjutnya : Rektor Ini, Lulus SD Jadi Buruh Tani Demi Melanjutkan Sekolah.