PENDAKIAN Prof Dr Muhammad Baiquni MA ke Puncak Cartenz, Jayawijaya, menjadi salah satu kenangan tak terlupakan seumur hidupnya. Pada tahun 1984, Guru Besar Geografi Regional dari UGM selama dua bulan harus menghadapi ekstrimnya kondisi alam di titik tertinggi Indonesia.
"Kita ber-duapuluh tujuh. Ekspedisi tersebut mengakrabkan kami para pecinta alam di UGM," ungkapnya penuh nostalgi dalam sambungan telepon yang dilakukan KRjogja.com, (03/02/2017). Keakraban itu bermula ketika Baiquni dan kawan-kawannya menggelar gladi mula. Gladi Mula adalah sebuah pelatihan dan pendidikan dasar yang digelar oleh Mahasiswa Pecinta Alam Gadjah Mada (Mapagama) setiap tahunnya.
Pelatihan tersebut pertama kalinya digelar tahun 1983. Sebelum tahun 1983, pelatihan pecinta alam masih digelar secara terpisah di masing-masing fakultas. Pada saat itu, Baiquni menjadi salah satu kakak tingkat diantara puluhan peserta yang ikut serta.
Dalam pelatihan tersebut, fisik para peserta diuji secara intens. Para peserta diminta berlari mengelilingi lapangan Grha Sabha Pramana. Setiap putaran, waktu yang ditempuhnya pun dicatat oleh Baiquni dan kawan-kawan untuk analisa kebugaran jasmani. Selain itu, gerakan layaknya push-up dan sit-up juga dilakoni para peserta.
Sembari proses pelatihan fisik, pelatihan mental dan survival juga diberikannya. Beberapa kemampuan layaknya ilmu standar P3K, standar navigasi, meramu makanan, dan mendaki. "Tidak ada kekerasan fisik, semuanya pelatihan untuk kemampuan kita," ungkapnya.
Seiring waktu pelatihan, timbulah rasa solidaritas diantara para pecinta alam. Hobi yang sama untuk menjelajahi alam menjadi salah satu motivasi hal itu terjadi. "Karena kita hobi sejak muda jadi makin erat," kenangnya
Setelah mengikuti gladi mula, dua pelatihan lain, Gladi Muda, dan Advance, juga diikutinya guna mempertajam kemampuan survival. Termasuk menjadi bekal bagi para peserta bersama dengan Baiquni dalam menaklukkan ekspedisi di Puncak Cartenz.
Perjalanan ke Puncak Cartenz