Krjogja.com - YOGYA - Adanya Surat Edaran (SE) Walikota Yogyakarta terkait larangan operasional kendaraan roda tiga kembali memantik perbincangan publik. Di tengah polemik itu, PT Max Auto Indonesia, penyelenggara operasional bajaj daring Maxride menegaskan sikap siap mengikuti aturan pemerintah sepanjang diberlakukan secara adil.
Bayu Subolah, Regional Manager Central Java PT Max Auto Indonesia, mengatakan pihaknya justru menerima banyak dukungan dari masyarakat setelah isu pelarangan muncul. "Kami mendapat respons positif dari netizen yang mendukung keberadaan kami. Banyak yang kontra atas terbitnya SE tersebut," ungkapnya pada wartawan ketika berbincang, Rabu (19/11/2025).
Menurut Bayu, Maxride hadir sebagai moda transportasi alternatif yang terjangkau sekaligus nyaman. Konsumen disebut merasa aman ketika menggunakan bajaj untuk mobilitas harian. Selain itu, Maxride juga membuka ruang investasi bagi masyarakat.
"Balik modal maksimal dua tahun. Pengguna bajaj bisa menembus kemacetan dan pengemudinya mendapatkan lapangan kerja," tandasnya.
Baca Juga: Kasus Korupsi Haji Belum Jelas Ujungnya, KPK Ditekan?
Bayu menegaskan seluruh unit yang beroperasi legal. Kendaraan merupakan pabrikan yang telah mengantongi kelayakan jalan dibuktikan dengan adanya surat-surat kendaraan bermotor.
"Kendaraan kami plat hitam dengan surat-surat lengkap karena milik pribadi. Kami punya PSE, taat pajak, dan berpegang pada PM 12 tentang keselamatan ojek online. Kami bukan transportasi umum, melainkan kendaraan pribadi milik juragan atau driver," katanya.
Budi Dirgantoro, Government Relations PT Max Auto Indonesia, menilai persepsi tentang ilegalitas bajaj kerap muncul karena bentuk kendaraannya. "Ini hanya asumsi karena bentuknya. Sejak 2017, Permenhub 108, 118, 117, hingga 12 sudah mengatur bahwa kendaraan plat hitam boleh mengangkut penumpang. Kami gunakan izin dan fasilitas yang sama seperti transportasi online lainnya," paparnya.
Karena itu Maxride meminta aturan yang adil. Pihaknya siap untuk ikut dalam aturan dari pemerintah daerah termasuk di DIY. Saat ini para pengemudi merasa punya kehidupan lebih baik, dengan penghasilan lebih baik daripada sebelumnya.
"Kalau nanti Jogja punya aturan khusus transportasi online, kami ikut. Tapi kami minta keadilan, karena kami pakai aturan negara yang sama dengan yang lain. Kalau ada peraturan daerah, kami patuhi. Yang penting semua diatur secara setara. Pengemudi kami ada yang dulunya bentor, berubah karena lebih aman dan nyaman, juga ada ojol yang merasa lebih menghasilkan dengan bajaj," ucapnya.
Baca Juga: Tegang! Dua Kelompok Pesilat PSHT di Sragen Nyaris Bentrok
Saat ini tercatat 300 unit bajaj Maxride beroperasi di Yogyakarta, dimiliki oleh 23 juragan dengan 30 driver yang membeli unit secara mandiri. Budi menambahkan, Dishub DIY sudah meminta klarifikasi legalitas dan pihaknya telah menyerahkan seluruh dokumen.
"Pemerintah merujuk Permenhub 117 tentang area operasi kendaraan. Namun dari aspek keselamatan, bajaj lebih aman dibanding motor maupun bentor. Kami membuka ruang komunikasi dengan pemerintah," katanya.
Sementara itu, Iwan Cristianto, Government Relation PT Max Auto Indonesia, menyebut SE Walikota Yogya muncul sebagai tindak lanjut SE Gubernur DIY terkait penataan transportasi berbasis kearifan lokal. Iwan menyinggung bahwa bentor pun telah lama diwacanakan ditertibkan, namun selalu berbenturan dengan kondisi sosial masyarakat.
"Kami siap duduk bersama Pemkot untuk membangun sistem transportasi yang lebih tertata. Kami sudah duduk satu meja dan tidak ada kata-kata ‘tidak boleh’. Bajaj diperbolehkan, namun ke depan akan ditertibkan agar lebih rapi. Kami bahkan sudah membentuk koperasi untuk memudahkan komunikasi dengan pemerintah," jelasnya.