KRjogja.com - SRAGEN - Dua kelompok pesilat dari Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) nyaris bentrok di Sambirejo Sragen. Insiden ini buntut dari masih adanya dualisme kepengurusan PSHT di Kabupaten Sragen.
Insiden dipicu kegiatan pemilihan pengurus Ranting atau Parapatan Sambirejo yang diselenggarakan oleh kelompok PSHT yang legalitasnya tidak diakui oleh kepengurusan resmi di bawah Ketua Umum PSHT Muhammad Taufik dan Ketua Cabang PSHT Sragen Suwanto.
Beruntung potensi bentrokan berhasil diredam berkat intervensi cepat dari pengurus Cabang PSHT Sragen, yang menyarankan agar massa melakukan cooling down dan menghindari tindakan anarkis.
Insiden pada malam sebelumnya itu kemudian ditindaklanjuti dengan audiensi antara pengurus Cabang PSHT Sragen dan Muspika (Camat, Wakapolsek, dan Danramil) Sambirejo di Aula Kecamatan setempat.
Baca Juga: Prabowo ke Solo Resmikan RSKEI
Sutrisno selaku, Biro Organisasi Cabang PSHT Sragen, didampingi pengurus lainnya, Rabu (19/11/2025) menjelaskan, duduk perkara ketegangan antara dua kelompok pesilat diawali dari sosialisasi dan penyerahan legalitas kepengurusan Ranting Sambirejo yang sah kepada Muspika setempat sejak 12 Agustus 2025. "Sudah disampaikan bahwa Ketua Ranting Sambirejo adalah Mas Anang dan legalitas yang sah dari organisasi PSHT dipimpin oleh Mas Suwanto selaku Kacab dan Mas Taufik selaku Ketua Pusat berdasarkan keputusan hukum negara yang sudah inkrah," ujar Sutrisno.
Namun kemudian kelompok PSHT yang mengatasnamakan PSHT P17 mengadakan rapat tanpa sepengetahuan atau komunikasi dengan Ketua Ranting Sambirejo yang sah. Hal ini membuat anggota Ranting Sambirejo yang sah merasa dikesampingkan atau tidak dianggap dan memicu perkumpulan massa dengan niat membubarkan rapat tersebut.
Beruntung situasi yang memanas bisa diredam. Lalu ditindaklanjuti dalam audiensi. Sutrisno menegaskan bahwa segala kegiatan yang mengatasnamakan PSHT wajib dikomunikasikan dengan Ketua Ranting yang sah. "PSHT yang mengatasnamakan organisasi lain, berarti bukan organisasi kami, semestinya tidak disetujui," tegasnya.
Baca Juga: Alih Fungsi Lahan Dibiarkan, Indonesia Terancam Krisis Pangan
Sutrisno mengklaim Camat Sambirejo akui kealpaan sebagai hasil dari audiensi. Sebagai pimpinan dan berjanji secara lisan tidak akan mengulangi kejadian tersebut.
Pernyataan ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Rereh Suprojo, Sesepuh PSHT Sragen. Dia meminta ketegasan aparatur negara Untuk menghindari pertikaian berkepanjangan. "Kami sebagai sesepuh mengantisipasi supaya tidak terjadi pertikaian. Harapan kami hanya satu, ketegasan sebuah keputusan legalitas, betul-betul juga diawasi dan ditegaskan oleh seluruh aparatur negara seluruh Indonesia," tegas Rereh.
Rereh juga menyampaikan perintah dari Ketua Umum PSHT Pusat Muhammad Taufiq agar keputusan legalitas Mahkamah Agung (MA) segera disampaikan kepada seluruh muspika, muspida, hingga ke pusat. Mengingat jumlah anggota PSHT yang mencapai jutaan se-Nusantara. Rereh tegaskan jika semua mau nyawiji (bersatu), PSHT yang sah di mata hukum mau menerima dan merangkul.
Sementara itu camat Sambirejo Didik Purwanto saat dikonfirmasi mengakui penggunaan fasilitas kantor kecamatan oleh kelompok PSHT yang memicu ketegangan. Dia menjelaskan bahwa hanya fasilitasi tempat bagi masyarakat, termasuk organisasi, adalah bagian dari kapasitasnya sebagai camat.
Baca Juga: Pemain PSIM Era 80an, Astiadi Hendarto Tutup Usia