Saat ini, seluruh Gubernur telah dilantik Presiden di Istana Negara Jakarta sesuai UU 8/2015 dan telah membuat kebanggaan dilantik langsung Presiden musnah. Sehingga ketika tempatnya di Jakarta dan waktunya pun diundur menyesuaikan DKI, tak ada lagi kebanggaan psikologis yang tersisa.
Persoalan tempat tidak diatur khusus dalam UUK sehingga mengikuti aturan pelantikan yang lebih umum. Konsekuensinya, pelantikan bisa dilakukan di mana saja asalkan dilakukan Presiden, Wakil Presiden atau Menteri. Pilihannya, sesuai UU, kemudian menjadi mengerucut: dilantik di Jakarta oleh Presiden, atau dilantik di Yogyakarta oleh Wakil Presiden atau Menteri.
Pemerintah Pusat akhirnya memutuskan untuk melantik di Jakarta oleh Presiden agar marwah Keistimewaan DIY tetap terjaga.
Tetapi di luar persoalan teknis terkait rencana pengunduran tersebut sesungguhnya terbersit hal-hal yang sangat substansial. Bahwa pelantikan Gubernur/Wagub DIY 2017 sekaligus menguji komitmen Jakarta untuk menegakkan UUK. Alhamdulillah, Jakarta lolos dalam ujian ini. Selamat kepada Gubernur DIY 2017-2022.
(Bayu Dardias Kurniadi. Dosen DPP Fisipol UGM, menyelesaikan PhD disertasi tentang politik aristokrasi di Indonesia di ANU Canberra. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 10 Oktober 2017)