PURBALINGGA, KRjogja.com – Memandikan jenazah Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berbeda dengan jenazah orang biasa. Diperlukan pengetahuan teknis dan peralatan yang mutlak dibutuhkan untuk mencegah penularan virus dari jenazah ke petugas atau orang yang memandikannya.
“Prinsipnya, selalu menerapkan kewaspadaan universal dengan memperlakukan setiap cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang infeksius,†tutur Siti Mangudah, petugas RSUD Goeteng Tarunadibrata Purbalingga, pada kegiatan Sosialisasi Pemulasaraan Jenazah ODHA Puskesmas Purbalingga di Balai Kelurahan Purbalingga Lor, Rabu (13/11).
Siti menambahkan, jenazah dipastikan sudah didiamkan selama tidak kurang dari 4 jam sebelum dilakukan perawatan jenazah. Hal itu perlu dilakuakan untuk memastikan kematian 'selluler', yakni matinya seluruh sel dalam tubuh.
Semua petugas yang menangani jenazah harus mendapatkan vaksinasi hepatitis B. Petugas juga harus menghindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lainnya.
“Bila ada luka atau bekas suntikan pada jenazah harus didesinfektan. Semua orifisium ( lubang pada tubuh ) ditutup dengan kasa absorben dan di plester kedap air,†ujar Siti.
Setelah selesai dimandikan, jenazah yang sudah bersih dan kering dibungkus plastik sebelum dikafani. Setelah terbungkus plastik dan kain kafan, jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan atau autopsi, kecuali petugas khusus.
Berbeda dengan memandikan jenazah orang yang tidak mengidap HIV/AIDS, petugas pemulasara jenazah ODHA wajib mengenakan peralatan khusus. Meliputi alat pelindung petugas. Terdiri dari sarung tangan karet sampai siku yang menutup hingga siku, sepatu boot, celemek plastik dan masker kacamata pelindung.
“Petugas harus mengenakan semua perlengkapan itu. Petugas yang mempunyai luka terbuka atau borok pada tangan atau kaki tidak boleh memandikan jenazah,†tegas Siti.