Upaya pemerintah yang telah meluncurkan program reformasi total bagi koperasi patut dihargai. Koperasi yang mati suri dan tidak mampu ‘bernafas’ lagi langsung dibekukan dengan maksud meningkatkan kualitas dan bukan kuantitas. Namun, perlu upaya lagi agar proses transformasi sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, dengan menggandeng kaum milenial dan komunitas ‘zaman now’ untuk aktif lagi berkoperasi di era revolusi industri 4.0 yang bercirikan serba digital.Â
Potensi itu tidak main-main, berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), kaum milenial atau penduduk Indonesia berusia 20-35 tahun, pada tahun 2019 ini mencapai 23,77% atau sekitar 64 juta lebih dari total populasi Indonesia yang mencapai 268 juta jiwa. Â
Jika saja para generasi muda terjun dalam dunia Koperasi kemudian dengan fresh brain-nya menyumbangkan gagasan-gagasan baru untuk berkembangnya Koperasi Indonesia. Tentunya ini akan menjadi nadi bangsa untuk peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia. Sebab visi Koperasi untuk kesejahterahan anggota ditentukan oleh anggotanya. Hal terpenting koperasi mampu menyediakan kebutuhan dan diminati generasi milenial itu. Dibutuhkan penambahan jaringan internet hingga ke desa dalam rangka pengembangan ‘re branding’ koperasi masa depan.Â
Hal ini sesuai survey yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 lalu, ada 143,26 juta orang Indonesia yang telah menggunakan internet dari total populasi Indonesia. Nah, data APJII itu juga menunjukkan dari total penduduk Indonesia pengguna internet, 49,52% di antaranya adalah generasi milenial. Semua potensi itu akan berguna maksimal dengan kehadiran UU Koperasi yang baru. Undang Undang yang mengatur tentang Perkoperasian itu sudah sangat lama yakni tahun 1992 sudah 37 tahun, sementara situasi dan kondisi dunia usaha termasuk koperasi sudah banyak mengalami perubahan, maka Revisi UU Perkoperasian itu sangat dibutuhkan bagi koperasi di Indonesia.
RUU Koperasi ini sebenarnya sangat komprehensif dan antitesa terhadap kelemahan UU Koperasi yang lalu, baik itu UU 25/ 1992 Maupun UU 17/2012 yang dibatalkan MK. Contohnya dengan adanya kesamaan perlakuan terhadap pelaku usaha, jika BUMN BUMS bidang keuangan ada LPS maka dalam RUU ini ada LPSK (Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi, red). Selain itu dalam RUU ini Pemerintah dan Negara hadir melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap rakyatnya yang sering dieksploitasi oleh Para Rentenir berbaju Koperasi.
RUU ini sangat memperhatikan Jatidiri dan prinsip prinsip koperasi, Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 21 disebutkan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah adalah kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk Anggota sesuai dengan prinsip syariah. Sementara Koperasi Rentenir Penghimpunan dananya dari beberapa orang Pemilik saja dan menyalurkan pada masyarakat umum bukan anggota, Kemudian dalam bab II Pasal 6 ayat 3 disebut Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : keanggotaan sukarela dan terbuka; pengendalian oleh anggota secara demokratis; partisipasi anggota; otonomi dan kemandirian; pendidikan, pelatihan, dan informasi; kerja sama antar Koperasi; dan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. Ingat, koperasi merupakan instrumen penting dalam perekonomian. Apabila pemerintah ingin mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat, koperasi merupakan solusi terbaik .(tomi sujatmiko)