Rasio koperasi yang mati suri tersebut naik dibandingkan akhir 2012. Ketika itu, tercatat ada 54.974 koperasi atau sekitar 28,29% koperasi tidak aktif dari keseluruhan yang berjumlah 194.295 koperasi. Dari data itu terlihat, jumlah koperasi tidak aktif tumbuh 10% dalam periode setahun. Padahal, jumlah keseluruhan koperasi hanya tumbuh 4,84% sepanjang 2012-2013. Sedangkan penambahan jumlah koperasi yang aktif lebih lambat lagi. Jumlah koperasi yang aktif per Desember 2013 mencapai 143.117 unit, hanya tumbuh 2,72% dari posisi setahun sebelumnya yang 139.321.Â
Masih berdasarkan data itu, volume usaha koperasi per akhir tahun 2013 tercatat Rp 125,59 triliun, tumbuh 5,37% dari sebelumnya Rp 119,18 triliun. Meski mencatat pertumbuhan usaha dan jumlah unit yang tipis, koperasi mencatat pertumbuhan pendapatan fantastis. Lihat saja, Sisa Hasil Usaha per Desember 2013 tercatat Rp 8,12 triliun, tumbuh 21,87% dari setahun sebelumnya Rp 6,66 triliun
Tantangan KoperasiÂ
Tantangan besar sangat kompleks berada di internal tubuh koperasi. Mulai dari masalah disorientasi nilai-nilai dan tujuan, minim partisipasi anggota dalam pengembangan, rendahnya kualitas perencanaan, penegakan dan pengawasan hingga salah asuh. Persoalan internal tersebut harus dituntaskan, terutama komitmen para anggota untuk saling memiliki koperasi. Dalam berkoperasi, pemahaman para anggota sekadar memanfaatkan simpan-menyimpan, akan tetapi tak pernah meminjam untuk kegiatan usaha. Ini yang dinamakan tak punya rasa komitmen dalam berkoperasi.
"Paradigma ini yang harus diubah oleh para pelaku koperasi secara internal, apabila koperasi di Indonesia ingin maju dan berkembang," ujar Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Koperasi dan UKM, Rulli Nuryanto dalam suatu kesempatan.
Persoalan komitmen berkoperasi menjadi pemikiran bersama karena sejatinya keberadaan koperasi bukan untuk kepentingan pengurus dan pengelola saja, tapi kebersamaan dan berorientasi pada kesejahteraan para anggota. Karena itu, jiwa komitmen dalam berkoperasi harus ditumbuhkan sebagai spirit dalam memajukan koperasi. Semua itu, tak lepas dari pondasi koperasi, yaitu para anggotanya. Jika anggota koperasi lemah, maka lemah pula koperasinya. Â
Contohnya, ketika sebuah koperasi memiliki toko, para anggota berbelanja ke toko tersebut, tidak ke toko lain. Begitu juga ketika koperasi memiliki dan menjual produk, kemudian para anggota membeli produk tersebut. Tantangan lainnya adalah bonus demografi yang harus disikapi oleh para pelaku koperasi, agar koperasi bisa diterima oleh kalangan anak muda. Koperasi pun harus mampu berbenah diri mengikuti perubahan zaman dan menarik untuk dimanfaatkan kawula muda. Mengapa koperasi itu menarik? Karena koperasi hebat dan keren. Sikap inilah yang harus tumbuh dan disampaikan pada mereka bahwa koperasi adalah entinitas bisnis yang dimiliki bersama.
Revitalisasi sangat segera dibutuhkan agar koperasi tidak semakin terpuruk dan upaya apa yang akan dilakukan oleh kementerian? Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pun telah merespons dengan upaya reformasi total koperasi yang meliputi tiga tahapan, yaitu reorientasi, rehabilitasi, dan pengembangan. Pemerintah mengklaim bahwa paradigma pemberdayaan koperasi dari kuantitas digeser menjadi kualitas meliputi aspek kelembagaan, usaha, dan keuangan. Keseriusan pemerintah tercermin pada pembubaran sekitar 50.000 koperasi yang dianggap tidak sehat.Â