Ribuan Rekening Dormant Diblokir PPATK, Sah atau Sewenang-wenang?

Photo Author
- Rabu, 13 Agustus 2025 | 15:09 WIB
Mahasiswa magang dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Legist Law Firm.
Mahasiswa magang dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Legist Law Firm.

2.Pada Pasal 12 ayat (2) peraturan PPATK Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Penghentian Sementara Dan Penundaan Transaksi Oleh Penyedia Jasa Keuangan mengatur penundaan transaksi atau pemblokiran hanya dapat dilakukan jika terdapat dugaan penggunaan harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana, rekening digunakan untuk menampung hasil tindak pidana, atau terdapat penggunaan dokumen palsu. Status dormant tidak termasuk dalam parameter tersebut.

3.Dalam hal pemblokiran rekening nasabah PPATK wajib berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, PPATK berwenang melakukan pemblokiran atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) yang diterbitkan Kapolri berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tidak ada ketentuan yang menyatakan status dormant menjadi dasar pemblokiran.

4.Pada Pasal 53 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, Dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal Di Sektor Jasa, mengatur pemblokiran secara serta merta wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan jika terdapat kesesuaian identitas nasabah dengan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) atau Daftar Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (DPPSPM), bukan semata-mata karena rekening dormant.

Analisa Peristiwa Hukum

Pemblokiran rekening bank oleh PPATK akhir-akhir ini menghebohkan masyarakat dimana PPATK melakukan pembekuan rekening secara menyeluruh dengan alasan bahwa rekening yang diblokir merupakan rekening dormant yaitu rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu 3 bulan atau lebih yang dikhawatirkan berpotensi terjadi penyelewengan dan kejahatan, seperti penipuan dan pencucian uang.

Tindakan yang dilakukan oleh PPATK dengan alasan mengedepankan prinsip kehati-hatian merupakan hal yang baik, namun bukan berarti setiap rekening pasif dapat serta-merta dianggap mencurigakan. Pembekuan seharusnya difokuskan hanya pada rekening yang menunjukkan pola transaksi keuangan mencurigakan, seperti adanya transfer dana dalam jumlah besar tanpa kejelasan asal-usul, aliran dana dari luar negeri yang tidak sesuai profil, atau aktivitas keuangan yang tidak selaras dengan sumber pendapatan. Hal-hal tersebut memang menjadi kewenangan PPATK dalam melakukan analisis berbasis data, indikator risiko, dan konteks transaksi sebelum mengambil langkah ekstrem seperti pemblokiran. Jika pembekuan dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) namun dilakukan secara massal tanpa dasar yang spesifik, hal ini justru menyebabkan banyak keluhan masyarakat karena dinilai terlalu menyeluruh dan tidak selektif. Banyak pemilik rekening merasa dirugikan karena rekening mereka dibekukan tanpa adanya ke

PPATK memang telah melaksanakan kewenangannya sebagai lembaga yang berperan dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU, namun terdapat beberapa hal yang keliru dalam pelaksanaannya, yaitu:

1.Pemblokiran yang dilakukan PPATK tidak berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) yang diterbitkan Kapolri berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme sehingga tidak memenuhi dasar hukum yang sah untuk melakukan pemblokiran.

2.Melanggar prinsip praduga tak bersalah. Tindakan pemblokiran rekening oleh PPATK harus tetap memperhatikan asas praduga tak bersalah, di mana setiap orang dianggap tidak bersalah sampai adanya bukti kuat dan putusan pengadilan yang sah. Pemblokiran yang tidak didasarkan pada daftar resmi DTTOT dan hanya karena status rekening dormant berpotensi melanggar asas ini, karena tidak didukung bukti dan prosedur hukum yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

3.Tidak adanya mekanisme pengaduan cepat setelah pemblokiran.Kondisi ini semakin menyulitkan masyarakat karena nasabah yang rekeningnya diblokir harus melalui berbagai lembaga dan birokrasi yang kompleks untuk memulihkannya. Hal ini tentu menyulitkan, terlebih bagi nasabah yang membutuhkan dana secara mendesak.

Saran

1.Saran untuk PPATK:

Setiap kegiatan oleh PPATK harus berdasarkan ketentuan hukum. Dimana PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya hanyalah berdasarkan laporan atau permintaan dari instansi-instansi pemerintah yang sedang atau dalam proses penegakan hukum yang berkaitan dengan Tindan Pidana Pencucian Uang atau Terorisme dan Tindak Pidana lain yang membutuhkan pengungkapan aliran dana dalam rekening.

PPATK menghentikan segala Tindakan pemblokiran rekening Masyarakat yang diklaim sebagai rekening dormant agar PPATK tidak dikategorikan melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang termasuk Onrechtmatige Overheidsdaad yang dapat membuka peluang bagi Masyarakat mengajukan gugatan dalam bentuk Citizen Lawsuit.

2.Saran untuk Masyarakat

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X