Tak hanya itu, sensor suhu, kelembapan dan intensitas cahaya dipasang di greenhouse. Data dari sensor dikirim ke cloud melalui MQTT atau HTTP dan bisa dipantau lewat dashboard maupun smartphone.
Kelebihannya, sistem ini tidak membutuhkan koneksi internet penuh karena pemrosesan dilakukan secara lokal. Biayanya relatif rendah, mudah direplikasi dan cocok untuk petani kecil di pedesaan.
Bagi petani, teknologi ini lebih dari sekadar alat. Ia menjanjikan peningkatan produktivitas, efisiensi perawatan, serta penggunaan pestisida yang lebih terukur.
Lebih jauh, teknologi ini membuka peluang bagi petani untuk bertransformasi menjadi aktor utama dalam pertanian cerdas yang berkelanjutan.
Kolaborasi antara kampus dan petani di Salam Magelang menjadi bukti bagaimana riset akademik tidak berhenti di laboratorium.
Ia turun ke lahan, menyatu dengan kebutuhan riil dan memberi harapan baru. Jika berhasil, model pengabdian ini berpotensi direplikasi di wilayah lain.
Dengan melon sebagai pintu masuk, pertanian berbasis IoT dan AI kini mulai bertunas di Magelang dan para petani, yang sebelumnya mengandalkan pengalaman, kini punya senjata baru, data dan teknologi. (Obi)