Sejak usia 3 tahun ia menjadi penyandang disabilitas karena polio pada kaki sebelah kanan. Perasaannya campur aduk. Ia malu, tidak percaya diri, bahkan merasa tidak punya masa depan.
“Setelah masuk Sentra, seperti kata R.A. Kartini, ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’, saya mulai percaya diri," katanya. Selama menjalani rehabilitasi di Sentra, ia mendapat berbagai layanan, baik rehabilitasi sosial, medis maupun pelatihan vokasional, sehingga ia memiliki keterampilan untuk dapat mengembangkan diri . "Disitu saya diajarkan untuk mandiri. disitu juga saya menemukan bakat dan minat saya, " katanya.
"Setelah berbagai rehab saya jalani, di Sentra tumbuh rasa percaya diri saya. Seolah-olah dunia terbuka. Belajar berbagai keterampilan, ternyata saya bisa," katanya dengan suara bergetar.
Dari tangannya yang berbakat, ibu dua anak ini tidak hanya piawai membidik sasaran dengan panah. Ia juga terampil mengolah masakan. Sebelum berlatih merentang busur panah, ia membuka pesanan nasi kotak dan makanan kecil untuk berbagai kegiatan.
Namun sayang saat pandemi, usahanya sepi orderan. Tak hilang akal, ia menekuni olahraga Panahan yang pernah ia pelajari di Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Pelatih melihat ada bakat pada dirinya.
Akhirnya ia ditawari untuk menjadi atlet panahan. "Saya optimistis kok Bu, niat saya memanah pertama adalah karena ini olahraga sunnah Rosul namun juga ada prestasinya. Jadi semboyan saya 'Gapai Sunnah dan Raih Prestasi," katanya, yakin.
Banyak kesan yang ia rasakan selama di Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Tatik mengaku Sentra ini merupakan surganya teman-teman disabilitas. "Dari sini rasa percaya diri mereka tumbuh dan optimistis menggapai hidup," katanya.(ati)