Sepulang dari Papua, ia langsung menginisiasi pendirian Bumdes dan koordinasi dengan kepala desa. “Sudah waktunya, desa ini punya anggaran, sayang banget kan kalau ga dipakai buat sesuatu yang berkelanjutan,†jelasnya dengan penekanan dan semangat.
Petugas membawa sampah warga (Dok. Konco Pilah)
Mulailah ia berkoordinasi dengan berbagai perangkat desa dan pemuda. Ia beberapa kali menjelaskan tentang konsep ekonomi sirkular yang diyakininya. Pola yang melingkar dan terus berkelanjutan yang dipercayai membuat tidak ada sampah atau meminimalisir limbah produksi terbuang.
Usaha keras Mimit mengupayakan pendirian Bumdes ini terkenang dibenak Riefkiana Saputri, orang yang kini menjadi Sekretaris Bumdes Mukti Lestari. Menurutnya Mimit adalah sosok yang berpendirian kuat, jika memiliki gagasan akan terus diupayakan. Terlebih jika ia merasa pemikirannya akan membawa banyak manfaat bagi orang di sekitarnya. Bersitegang dengan rekan kerja
Tak jarang, Mimit dan rekan kerjanya bersitegang karena berbeda pandangan. Bahkan rekan kerjanya sampai menitikkan air mata dalam beberapa momen perdebatan. Meski begitu, Mimit selalu tak ingin berlarut-larut dalam masalah emosi, juga tak pernah membawa permasalahan itu keluar forum diskusi.
“Kita sering debat, saya dan teman cewek lain kadang sampai nangis, tapi yang saya salut, dia itu tegas dan keras kalau lagi diskusi aja, ga pernah baper kemudian,†ungkap Niken Andriyani yang menjabat Sekretaris Bumdes Mukti Lestari.
Kini, upaya yang digagas Mimit sejak tahun 2018 telah menampakkan hasilnya. Sejak Konco Pilah dirilis awal tahun 2020, hingga kini telah ada sekitar 200 kepala keluarga (KK)Â menggunakan jasanya sebagai wahana pengolahan sampah.
Meski merasa belum cukup puas, ia bersyukur dengan hasil yang mulai nampak. Sampah yang biasanya menumpuk di beberapa sudut pekarangan dan jalan mulai terurai. “Kita targetkan 600 kk di tahun 2020 ini,†ungkap Mimit dengan semangat. (Hammam Izzuddin)