Krjogja.com - SUKOHARJO - Petani sawah tadah hujan disebagian wilayah tetap memilih menanam jagung pada musim tanam III (MT III). Jagung dipilih karena tingginya permintaan pasar. Selain itu, petani memilih tanam jagung untuk mengurangi risiko kerugian karena kondisi pasokan air sepenuhnya mengandalkan hujan ditengah kondisi cuaca sulit diprediksi.
Petani di wilayah Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Sugeng, belum lama ini mengatakan, sawah miliknya merupakan tadah hujan. Pada MT I dan II lalu lebih memilih menanam padi karena ketersediaan air melimpah. Disaat MT I dan II bersaman dengan musim hujan dan sangat membantu petani. Namun, masuk MT III kondisi cuaca tidak menentu membuat petani tidak mau mengambil risiko besar menanam padi dengan lebih memilih tanam jagung.
Baca Juga: FKIP UST Tegaskan Komitmen Hadirkan Pendidikan Bermutu Berbasis Nilai Ajaran Tamansiswa
Jagung dipilih petani karena selain lebih aman ditanam ditengah kondisi cuaca sulit diprediksi, juga karena permintaan pasar tinggi. Kebutuhan jagung dipasaran sangat besar dan belum sepenuhnya terpenuhi. Petani lebih tergiur menanam padi karena menjadi tanaman wajib pangan.
"Kebutuhan pasar tinggi dan setiap MT III saya selalu tanam jagung. Ini baru tanam saja sudah ada pembeli karena sudah jadi langganan setiap tahun kesini," ujarnya.
Sugeng menjelaskan, tingginya permintaan jagung dipasaran digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Terpenting juga sebagai bahan pakan ternak.
Baca Juga: Polsek Sewon Ringkus 3 Pelaku Kejahatan yang Jenis dan Lokasinya Berbeda
"Paling tinggi kebutuhan pakan ternak dan jagung menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi pasar. Tanam jagung juga keuntungannya tidak jauh dari tanam padi," lanjutnya.
Petani di wilayah Desa Ngemplak, Kecamatan Kartasura, Widodo mengatakan, pada MT III ini tanam jagung di sawahnya seluas sekitar 1.500 meter persegi. Jagung dipilih karena lebih mudah perawatan dan mengurangi risiko kerusakan karena kondisi cuaca sulit diprediksi.
"Kadang hujan dan panas menyengat lama. Apalagi sawah saya merupakan tadah hujan dan sulit dapat air. Jadi dari pada risiko rusak, lebih baik ditanami jagung. Apalagi permintaan jagung dipasaran tinggi," ujarnya.
Widodo mengatakan, untuk tanam hingga panen jagung pada MT III ini dilakukan sendiri bersama keluarga. Hal ini dianggap lebih menghemat biaya produksi. Sebab saat tanam padi pada MT I dan MT II lalu harus mempekerjakan sejumlah orang dan sewa alat. Kondisi tersebut berdampak pada bertambahnya biaya produksi.
"Saat MT III sudah ada pengepul jagung dari Sukoharjo datang ke petani. Hasil panen nanti akan dikirim ke Semarang dan Surabaya sebagai bahan pakan ternak," lanjutnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo Bagas Windaryatno, mengatakan, jagung masih menjadi salah satu tanaman pokok pangan yang ditanam di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Penanaman jagung dilakukan baik di lahan pertanian petani, maupun di lahan tidur artinya yang sudah lama tidak dimanfaatkan untuk tanaman pangan.
Bagas menjelaskan, menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat dimana daerah wajib mendukung swasembada pangan nasional maka dilakukan upaya peningkatan hasil panen tanaman pangan. Pemanfaatan lahan dimaksimalkan dengan penanaman tiga kali padi selama satu tahun.