KKN UGM Cetak Sejarah Baru di Manokwari: Mahasiswa Diterjunkan ke Pedalaman Papua Barat, Disambut Hangat Lewat Adat dan Budaya Lokal

Photo Author
- Sabtu, 12 Juli 2025 | 14:37 WIB
Penyambutan Mahasiswa KKN-PPM UGM Manokwari dengan tari khas daerah oleh masyarakat Kampung Bakaro, pada Senin (23/6/2025). Sumber foto: Ganesja Bintang Kawuryan.
Penyambutan Mahasiswa KKN-PPM UGM Manokwari dengan tari khas daerah oleh masyarakat Kampung Bakaro, pada Senin (23/6/2025). Sumber foto: Ganesja Bintang Kawuryan.

Krjogja.com - MANOKWARI, PAPUA BARAT - Universitas Gadjah Mada (UGM) mengukir sejarah baru dalam perjalanan Kuliah Kerja Nyata - Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) dengan menerjunkan tim untuk pertama kalinya ke Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Penerjunan KKN-PPM UGM Periode 2 Tahun 2025 ini menjadi salah satu yang terbesar sepanjang sejarah, dengan 8.038 mahasiswa dari berbagai fakultas disebar ke 35 provinsi di seluruh Nusantara.

Di Manokwari sendiri, tim KKN-PPM UGM beranggotakan 30 mahasiswa, didampingi dosen pembimbing lapangan, drh. Woro Danur Wendo, M.Sc. dan tim ini pun bernamakan Manokwari Menari. Mereka tiba di Manokwari pada 22 Juni dan langsung disambut hangat oleh masyarakat lokal di tiga kampung tempat pengabdian mereka: Aipiri, Bakaro, dan Susweni. "Hal ini menjadi salah satu kehormatan dan juga salah satu pengalaman berarti bagi kami, karena masyarakatnya sangat excited dan terbuka," singkap Agban Nur Urbani, salah satu mahasiswa yang turun KKN di Manokwari, Kampung Aipiri.

"Bagi kami, kata 'Manokwari' itu sendiri sangat menakjubkan dan penuh kenangan," ungkap Agban.

Baca Juga: Ketika Mahasiswa Merasa Kehilangan Gelanggang: Suara-suara dari Balik GIK UGM

Manokwari Menari merupakan tim KKN-PPM UGM yang menggantikan tim KKN-PPM UGM Kita Kaimana, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. "Kami (Manokwari Menari) benar-benar merintis bersama dari nol, dengan relasi yang sangat minim, dan kami pun tidak sempat melakukan survey lokasi," ujar Agban. Meskipun hal tersebut menjadi sebuah tantangan yang cukup pelik–Agban percaya mereka dapat melaluinya bersama-sama.

Nuansa Khas Penyambutan di Tiga Kampung

Setiap kampung menyuguhkan penyambutan yang unik dan penuh makna, memperlihatkan kekayaan budaya dan nilai-nilai lokal yang masih lestari. Di Kampung Susweni, suasana penyambutan sangat sakral. "Di Susweni, ada perwakilan mahasiswa yang dikenakan mahkota khas tradisional di Papua," ucap Agban. Ia menjelaskan bahwa, prosesi dilakukan dengan penuh penghormatan melalui ritual pemberian mahkota adat dan pengalungan bunga, berlangsung dalam suasana tenang yang merefleksikan nilai-nilai spiritual dan adat istiadat yang sangat dijunjung tinggi masyarakat setempat.

Berbeda dengan Susweni, penyambutan di Kampung Bakaro berlangsung sangat meriah. "Awalnya, kami mengira kampung setelah Susweni akan melakukan penyambutan serupa, ternyata nggak," seru Agban. Ia pun menjelaskan bahwa mereka disambut dengan ritual adat Papua yang penuh semangat, diawali tarian penyambutan, pemasangan mahkota khas Papua, prosesi Injak Piring, serta pengalungan bunga sebagai simbol selamat datang di Bumi Kasuari, Tanah Arfak. Uniknya, Agban menyebutkan bahwa seluruh warga–dari anak-anak hingga orang tua turut menari bersama, menciptakan atmosfer kegembiraan dan kekeluargaan yang begitu kental, seakan tidak ada kata lelah untuk mereka.

Baca Juga: Mahasiswa Hubungan Internasional UGM Bersuara Pasca Kematian Tragis Alumni

Sementara itu, di Kampung Aipiri, penyambutan berlangsung khidmat, hangat, dan menyentuh hati. Prosesi adat serupa seperti pemasangan mahkota, injak piring, dan pengalungan bunga juga dilaksanakan. Namun, yang paling membekas bagi para mahasiswa adalah pemberian noken–tas tradisional khas Papua yang dirajut manual. Ganesja Bintang Kawuryan, salah satu mahasiswa yang turun KKN di Manokwari, Kampung Aipiri, menjelaskan bahwa ia tak menyangka akan diberi sebuah tas noken yang memiliki nilai tinggi secara ekonomi. "Terlebih kormasit kami diberikan noken yang terbuat dari bahan kulit kayu," katanya.

Menurut Agban, noken tersebut sekarang sudah seperti belahan jiwa bagi mereka, sebab noken tersebut selalu digunakan dimanapun selama berada di Manokwari. Mengamini Agban, Ganesja, mengaku sangat bangga akan noken tersebut sebab merupakan sebuah tanda bahwa mereka sangat diterima di Manokwari. Melanjutkan Agban, baginya noken tidak hanya sebuah cinderamata saja. "Bukan sekadar cinderamata saja, tetapi sudah menjadi simbol tanggung jawab yang besar bagi kami, selama pengabdian di Manokwari ini," tuturnya.

Memulai Pengabdian dan Kerja Nyata

Memasuki minggu ketiga pelaksanaan KKN, semangat dari penyambutan tersebut kini mulai berwujud dalam kerja nyata. "Kami mengusung tema Pemberdayaan Aipiri, Bakaro, dan Susweni yang Berkelanjutan: Optimalisasi Pengelolaan Lingkungan dalam pengembangan Sumber Daya Melalui Pendekatan Multi Helix Mengikuti Pemberdayaan di Tanah Papua," jelas Agban. Tema tersebut menurutnya sangat menekankan pada pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam (SDA) yang mereka miliki.

Baca Juga: Departemen Pengembangan Masyarakat Desa BEM KM UGM Gelar Program Abdi Desa di Kalurahan Donoharjo

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Primaswolo Sudjono

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X