Krjogja.com - KONSEP sempurna dalam sebuah karya sangatlah bersifat relatif atau nisbi. Hal tersebutlah yang mendorong beberapa seniman untuk untuk selalu berusaha memperbaiki karyanya. Pragina Gong yang digawangi oleh tiga lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yaitu Galih Suci Manganti, Rusnanda, dan Joko Sudibyo, telah beberapa kali mencoba untuk mengonsep ulang (reimagined), karya mereka sehingga sesuai dengan permintaan konsumen tanpa mengesampingkan pakem tari traditional yang diangkat. Demikian penjelasan Joko Sudibyo, Kamis (24/5/2023).
"Kami juga mengkonsep ulang Hrusangkali Kandi dalam penampilan di Ballroom Ritz-Carlton Jakarta, Rabu 17 Mei kemarin," kata Joko. Pragina Gong mementaskan karya berjudul Hrusangkali Kandi yang dikonsep ulang. Awal tari ini diciptakan pada tahun 2014 sebagai sebuah drama tari berdurasi 20 menit yang menceritakan tokoh Srikandi melawan Bisma dalam perang Baratayuda.
[crosslink_1]
Pada kesempatan tersebut, Durasi dipadatkan menjadi 5 menit dengan lebih menitik beratkan cerita pada tokoh Srikandi. Ditampilkan bahwa Srikandi adalah sosok wanita yang dari kecil telah digembleng layaknya seorang calon prajurit. Dengan panah Hrusangkali, Srikandi berhasil menewaskan Bisma yang mana kekalahan itu termasuk kutukan dari Dewi Amba yang tidak sengaja terbunuh oleh Bisma. Tari ini awalnya disusun untuk ditampilkan didepan Miss Univers ke- 63 kemudian dikonsep ulang untuk membuka puncak acara peringatan hari kekayaan intelektual 2023 oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Selayaknya manusia pada umumnya yang memiliki batas kesabaran, Pragina Gong mencoba memvisualisasikan tokoh Srikandi yang sedang murka yang ditampilkan dengan konfigurasi 10 topeng abstrak di belakang satu penari wanita. Konfigurasi tersebut sebenarnya terinspirasi dari pengubahan diri seorang tokoh pewayangan menjadi sosok raksasa yang memiliki banyak kepala dan tangan atau disebut Tiwikrama. Meskipun dalam pewayangan Jawa Srikandi tidak melakukan Tiwikrama namun Pragina Gong mencoba untuk menerapkannya sebagai bentuk kebebasan dalam menginterpretasikan salah satu tokoh pewayangan.
[crosslink_2]
Perbedaan significant dari karya sebelumnya adalah dihadirkannya tokoh burung Wildata yang adalah sosok burung milik Gatotkaca. Burung ini dipinjam oleh Srikandi untuk berperang melawan Suradewati. Agar adegan semakin bernuansa heroik, maka dihadirkan pula 3 penari rampak burung untuk menguatkan karakter burung Wildata. Mengingat tari ini bertipe dramatik maka tokoh burung tidak serta merta persis seperti yang ada dalam pewayangan gaya Yogyakarta, namun demikian tokoh Wildata hanya mengenakan properti yang paling identik yaitu sayap berwarna emas.
Mengingat repertoar ini bercerita, maka Pragina Gong menambahkan video background yang memperkuat setiap adegan. Video yang dibuat oleh Bagas Kurniaji tersebut menampilkan landscape alam futuristik sehingga sosok Srikandi di medan laga semakin jelas dan dapat dengan mudah dipahami oleh penonton. Sebagi ciri khas Pragina Gong, disisipkan pula teknik-teknik mengangkat atau lifthing yang berfungsi sebagai bagian dari estetika visual dan sekaligus kejutan untuk menarik perhatian penonton. Koreografi reimagined ini dibongkar ulang dalam waktu 5 hari dengan melibatkan 6 penari handal Yogyakarta yaitu Rusnanda, Joko Sudibyo, Zita Pramesti, Dani Budi Utama P., Maria Angel, dan Mochamad Samiaji.(War)