Dua Perupa Menatah Sejarah dalam Pameran Monumen, Hantu, dan Luka

Photo Author
- Minggu, 7 Desember 2025 | 14:30 WIB
 Perupa Mujahidin Nurrahman dan Rudy Atjeh Dharmawan  (risbika putri)
Perupa Mujahidin Nurrahman dan Rudy Atjeh Dharmawan (risbika putri)

Krjogja.com - YOGYA - Pameran Broken White Project edisi ketiga puluh digagas Ace House Collective dengan menampilkan dua perupa, Mujahidin Nurrahman dan Rudy Atjeh Dharmawan.

Dengan membawa judul "BWP #30 Kertas: Monumen, Hantu, dan Luka", mereka sama-sama menekuni teknik memotong kertas dengan ketelitian ekstrem. Pameran berlangsung di Galeri Ace House, Langgeng Art Space, Jalan Suryodiningratan 37 Yogyakarta, mulai 5 Desember 2025 hingga 16 Januari 2026.

Baca Juga: Konvoi Kemanusiaan untuk Gaza: Lazismu Kirim 6 Truk Bantuan Lewat Join Action for Palestine 4

Kurator pameran, Enin Supriyanto, menilai karya karya dalam pameran ini menghadirkan gema kuat tentang hubungan antara monumen dan korban dalam sejarah.

“Pameran ini menunjukkan bagaimana keindahan bentuk dapat menyembunyikan kekerasan yang terus menumpuk dan menuntut pengorbanan manusia,” ujarnya (5/12/26).

Lebih lanjut, Mujahidin Nurrahman sejak lama menelaah kelindan kompleks antara identitas, agama, kekuasaan, dan politik global. Monumen versi Mujahidin tetaplah monumen yang terbentuk dari akumulasi senjata: indah dalam struktur, gelap dalam makna.

Baca Juga: Tak Harus Mahal, Ini Ide Bingkisan Natal yang Bermakna untuk Orang Tersayang

Selaras dan beresonansi, Rudy Atjeh Dharmawan mengolah ketakutannya pada hantu yang hadir ketika konflik bersenjata antara TNI dan GAM pada medio 2000-an mencapai puncak kekerasan. Lewat kertas yang dipotong menjadi rumbai-rumbai halus, ia membangun ruang bagi sosok-sosok hantu.

"Sebuah representasi rasa takut, gentar, dan trauma yang menetap dalam diri para korban. Hantu-hantu itu bersembunyi dalam tumpukan rumbai, sebagaimana ingatan kekerasan bersembunyi dalam kesadaran manusia,"kata Rudy.

Melalui keterampilan menatah dan memotong kertas, kedua perupa dalam BWP #30 mengajukan pertanyaan penting tentang bagaimana kekuasaan dibangun, bagaimana kekerasan dikenang atau dilupakan, dan bagaimana luka bertahan dalam tubuh sosial kita.

Kertas menjadi medium untuk membuka kembali dialog tentang monumen, hantu, dan luka, tiga kata yang terus membayangi perjalanan sejarah Indonesia. (*3)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB

Sembilan Negara Ikuti Jogjakarta Karawitan Festival

Jumat, 5 Desember 2025 | 08:27 WIB

Obah Bareng untuk Anak Sedunia

Minggu, 23 November 2025 | 12:18 WIB
X