YOGYA - Ketoprak dengan lakon Crah Agawe Bubrah, Rukun Agawe Santoso sukses dipentaskan di Monumen Serangan Oemoem 1 Maret, Sabtu (3/12/2022) malam. Pejabat-pejabat tinggi DIY memerankan tokoh-tokoh dalam cerita dengan baik dan mampu menghibur penonton yang memadati kawasan pusat kota Yogyakarta semalam.
Cerita ketoprak yang diinisiasi Gubernur DIY, Sri Sultan HB X melalui Dinas Kebudayaan ini diawali dengan munculnya Jaya Sudarga yang diperankan oleh Rama Banar. Ia dipengaruhi oleh Mingun yang diperankan Dalijo agar bersedia menjadi calon lurah.
Karena Jaya Sudarga bersedia, maka Mingun lantas mempertemukan tiga orang yang bersedia mendanai Jaya Sudarga untuk maju dalam pemilihan lurah yakni Dirga diperankan Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan, Amir diperankan Bupati Gunungkidul Sunaryanta serta Tarjo yang dimainkan Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo.
Mingun bergerak, yang memantik adegan-adegan lucu, menghibur namun sarat makna ketika ditelisik lebih dalam. Bagaimana Mingun bergerak membagikan uang, mempengaruhi warga dengan berbagai ucapan liciknya, terasa begitu familiar terdengar terutama di momen-momen pilihan pemimpin di kehidupan nyata.
Suwondo Nainggolan yang tidak fasih berbahasa Jawa, mencairkan suasana dengan celetukan-celetukan dengan bahasa campur aduknya. Memang hal itulah yang diinginkan sutradara, Bambang Paningron muncul, agar ketoprak semakin menarik disaksikan.
Cukup banyak pejabat tinggi DIY yang terlibat dalam pementasan kali ini. Danlanal DIY Kolonel Damayanti sebagai Miranti dan Gubernur AAU Marsda Eko Dono Indarto turut, termasuk Rektor UGM, Ova Emilia yang berlatih dari Australia sebelum tampil semalam.
Bambang Paningron menceritakan, bawasanya ketoprak yang dibawakan pejabat-pejabat tinggi DIY memiliki pesan mendalam meski dikemas dengan guyonan menarik.
Realitas masyarakat, pro kontra politik uang yang marak muncul jelang momen pemilu coba diceritakan dan diharapkan menjadi pengingat baik untuk masyarakat maupun para lakon dalam ketoprak itu.
“Pesan Sultan pada kami untuk membuat ketoprak ini seakan bisa nyambung karena kekuasaan atau jabatan yang dimiliki tak ada gunannya jika tak membawa manfaat bagi masyarakat. Bahasa ketopraknya, opo gunane dari ratu menopo ora iso ngratoni atine wong cilik. Semoga pesan-pesan ini bisa tersampaikan dan harapannya bisa menjadi pengingat kita semua ke depan,” tandas Bambang. (Fxh)