Malam Ini Pentas Kedua, Lakon 'Walidarma' Sarat Kritik

Photo Author
- Minggu, 29 Desember 2019 | 17:10 WIB
Salah satu adegan dalam lakon Walidarma yang dimainkan Komunitas Contong Yogyakarta. (Foto: Febriyanto)
Salah satu adegan dalam lakon Walidarma yang dimainkan Komunitas Contong Yogyakarta. (Foto: Febriyanto)

SESOSOK 'wedhon' atau pocong ingin meninggalkan kebiasaan jalan loncat. Bersama Kalur, temannya yang juga makhluk halus, sang pocong diminta menyingkap kain bagian bawah sehingga bisa jalan bebas. "Kok ora wingi-wingi koyo ngene, ya? Jebul penak," seloroh wedhon yang mengundang tawa riuh penonton.

Kelucuan yang dibawakan Rio 'Srundeng' Pujangkoro dan Novi 'Kalur' tersebut  menghadirkan keceriaan dalam sajian pentas Ketoprak Conthong Yogyakarta lakon 'Walidarma' di Concert Hall TBY, Sabtu (28/12/2019) malam. Pentas serupa masih akan ditampilkan di hari kedua, Minggu (29/12/2019) malam ini di tempat yang sama.

Pentas rutin akhir tahun yang dihadirkan Komunitas Conthong Yogyakarta ini menjadi hiburan segar bagi warga dan wisatawan yang sudah memadati Kota Pelajar di musim libur Natal dan Tahun Baru. Kendati hadir dengan banyolan dan hunor, lakon ini tetap sarat kritik serta pesan sosial khas Komunitas Conthong Yogyakarta.

Lakon 'Walidarma' yang digarap sutradara Susilo Nugroho dan Sumarwata serta didukung sederet pemain ketoprak handal Yogyakarta, berkisah tentang Jaka Walidarma dibantu Jaya Palwaga dan Nyi Nilastri melakukan 'tapa ngrame'. Ketika sampai di wilayah kerajaan Bata Laksana, mereka membantu mengamankan kerajaan. Saat itu rakyat ketakutan akibat diganggu makhluk halus. 

Jaya Palwaga mampu menolong. Prabu Subrahman hendak memberi hadiah rompi pusaka. Siapapun yang memakai rompi tersebut, tidak akan terlihat mata. Sebagai pembantu setia, Jaya Palwaga menyerahkan hadiah itu kepada Jaka Walidarma.

Jaka Walidarma dan rombongan kemudian melanjutkan perjalanan hingga kerajaan Tirta Yuwana. Pada saat itu putri bernama Den Ajeng Rarasati sedang sedih karena boneka emas peninggalan almarhumah ibunya tenggelam di laut saat keluarga kerajaan mengadakan wisata. Prabu Endra Basuki, ayah Den Ajeng Rarasati, membuat sayembara bahwa lelaki yang dapat menemukan boneka emas akan dijodohkan dengan putrinya. Bila perempuan akan diwisuda sebagai anak angkat.

Nyi Nilastri dibantu Ki Supyantara berhasil meminta boneka emas yang telah dikuasai Paus, sang raja ikan. Sebagai imbalan, ia harus mengirimkan makanan untuk ikan-ikan di laut sekali setahun. Ternyata boneka emas itu kemudian diserahkan kepada Jaka Walidarma, sehingga Jaka Walidarma berhak menikahi Den Ajeng Rarasati. (Feb)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB

Sembilan Negara Ikuti Jogjakarta Karawitan Festival

Jumat, 5 Desember 2025 | 08:27 WIB

Obah Bareng untuk Anak Sedunia

Minggu, 23 November 2025 | 12:18 WIB
X