Di tengah gempuran dunia digital, buku cetak atau fisik ternyata masih menjadi daya tarik tersendir. Klub Baca DIY setidaknya mencatat 10 buku yang di tahun 2016 menjadi sebuah anomali dari serbuan buku-buku digital. Berikut ini 10 buku (urutan alfabet judul) yang menurut Klub Baca paling keren sepanjang 2016 ini.
***
1. Agama Apa Yang Pantas Bagi Pohon-Pohon?
Eko Triono memang bukan nama baru dalam dunia cerpen Indonesia. Kiprah dan karya-karyanya telah mewarnai banyak kolom cerpen di koran/majalah. Yang menarik dari buku ini adalah bagaimana Eko Triono bermain-main dengan ragam teknik penceritaan. Dalam satu buku ini, Eko Triono tampil sebagai penulis cerita yang hadir tidak biasa. Memang Eko Triono dibesarkan oleh media massa, namun di buku ini Eko Triono hadir untuk menebus kejamakan cerpen-cerpen di media massa.
Hal menarik lain ialah bagaimana Eko Triono berada berada di posisi pencerita. Dia punya kuasa mutlak atas jalannya cerita. Mau diakhiri di halaman kedua, kedua belas, panjang, pendek. Atau apa saja, berada mutlak di tangan penulis. Satu hal lagi, Eko Triono mengakhiri ceritanya tanpa pretensi untuk membuat kejutan. Karena memang ceritanya sudah berakhir, ya sudah.
2. Bersepeda Ke Neraka
Pembaca Indonesia terlalu terpaku pada ukuran pasti cerita. Panjang maka harus sepanjang novel 200anhalaman. Kalau cerpen maka satu cerpen dipatok pada panjang cerpen di media massa, 5-10 halaman. Khususnya cerita pendek, kita masih kaku dalam ukuran. Padahal bila kita menengok ke luar negeri, kita bisa melihat cerita pendek bisa sepanjang cerpen milik Alice Munro, atau bahkan bisa superpendek seperti Etgar Keret atau Ben Loory. Dan buku ini adalah oase baru. Triyanto Triwikromo menghadirkan cerita rasa puisi dengan khas sekali dari penulis. Teror dan ironi yang menyentak. Konsep dalam buku ini memang unik dan beda dari kebanyakan.
3. Chairil
Hasan Aspahani memang lebih dikenal sebagai penyair. Buku puisinya Pena Sudah Diangkat, Kertas Sudah Mengering memenangi sebagai buku puisi terbaik di hari Puisi 2016. Dan memang puisi-puisinya sangatlah mendalam. Tetapi apa jadinya kalau penyair menulis novel? Perlu diacungi jempol.
Ini memang novel biografis seorang Chairil Anwar, sosok penyair yang mengawali angkatan 45 dalam periodisasi sastra Indonesia. Sosok binatang jalang yang harus mati muda. Dalam novel ini, pembaca kita akan lebih komprehensif mengetahui sejarah hidup Chairil Anwar sedari dia kecil. Bahkan semenjak halaman pembuka, Hasan Aspahani telah membuat pembaca tercengang karena kita disuguhi adegan Chairil Anwar yang dipanggil pihak Belanda akibat mendeklamasikan keras-keras bagian novel STA. Heboh bukan? Dan di bagian lain, kita akan melihat bagaimana kata-kata bisa lahir dengan begitu digdaya.