KRjogja.com - YAYASAN Biennale Jogja kembali menggelar acara Biennale Jogja 17 dengan mengambil judul Titen: Pengetahuan Menubuh, Pijakan Berubah". Pameran ini akan diadakan di Taman Budaya Yogyakarta, Panggungharjo, Bangunjiwo, dan Area pabrik Gula Madukismo pada tanggal 6 Oktober sampai 25 November 2023.
Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta, Alia Swastika menuturkan, penyelenggara tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya, jika sebelumnya bekerja sama dengan negara-negara dikawasan garis ekuator, tetapi tahun ini Biennale Jogja berkolaborasi dengan insan seni di Eropa Timur dan Asia Selatan. "Pada kegiatan Biennale kali ini mengusung topik trans-lokalitas dan trans-historisitas yang kami proyeksikan berlangsung sampai 3 edisi kedepan," jelas Alia (04/10/2023).
Baca Juga: Tak Ada WNI Jadi Korban Penembakan di Siam Paragon Mall
Gagasan tentang translokalitas dan transhistorisitas untuk memberikan ruang bagi sejarah yang lain dengan spirit yang sama, meskipun berada dalam kawasan di luar Global Selatan. Dua peristiwa penting yang menginspirasi Biennale Jogja adalah Konferensi Asia Afrika yang dilihat sebagai keberhasilan Indonesia menginisiasi pertemuan negara-negara yang baru merdeka dan Gerakan Non Blok yang mampu memberikan perbedaan posisi negara-negara di dalamnya dengan dua kutub antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Biennale akan menghadirkan sekitar 70 seniman dengan berbagai pendekatan dan latar belakang budaya, dengan penekanan pada koneksi ke konteks lokal dan kolaborasi dengan masyarakat. Para seniman, arsitek, peneliti, dan produser budaya yang diundang dalam edisi ini secara langsung dan bekerja di berbagai tempat, dari Rumania hingga Turki, Serbia, Slovenia, Bosnia Herzegovina, Moldova, Slovakia, Hongaria Ukraina, Nepal, Pakistan, India, Sri Lanka dan Thailand. Beberapa dari mereka akan menjalani residensi, yang lain akan mewakili kontribusi penting dalam membuka dialog trans-lokal dan trans-historis.
Baca Juga: Resmi Ditutup, Fitur Shop di TikTok Tak Bisa Diakses
Alia menambahkan Presentasi karya-karya disini diharapkan bukan sekedar pameran, melainkan undangan untuk terus mempercakapkan beragam persoalan dan dinamika peradaban yang kita hidup dalam keseharian. "Kegiatan ini menawarkan seluruh pengalaman untuk mengaktifkan indera dan membawa tubuh serta batin untuk merasakan pengalaman baru dalam melihat ruang narasi yang dibangun para kurator dan seniman," ungkapnya.
"Yang menarik dari kegiatan ini, karena merupakan bentuk upaya bisa dibilang menyambung kembali rajutan sejarah yang putus. Biennale Jogja dalam bingkai trans-lokalitas dan trans-historisitas ini mencoba membangun dialog dengan Kawasan Eropa Timur dan menjelajah wilayah pinggiran lain dimana solidaritas dan pengetahuan baru dibangun, dilegitimasi dan ditumbuhkan," jelas Adelina Luft, Kurator Biennale Jogja 17 asal Rumania.
Baca Juga: Serangan Kutu Busuk Meresahkan Warga Paris
Kurator Biennale Jogja 17 dari India, Sheelasha Rajbhandhari menggarisbawahi adanya berbagai persamaan berbagai konteks deskripsi, narasi budaya misalnya gunungan di nepal juga ada tradisi tersebut. (*-1)