Krjogja.com - YOGYA - Pameran Reka Cipta #2 bertajuk Lumur Wesi Aji telah mulai digelar pada Jumat, (29/5/2025) di Gedung Graha Budaya Taman Budaya Embung Giwangan, Kota Yogyakarta.
Pameran ini berlangsung hingga Minggu, (1/6/2025) dan menjadi ajang pertemuan para empu dari Jawa, Madura, dan Bali yang menampilkan puluhan karya keris dan tosan aji berbasis material daur ulang.
Sebanyak 39 seniman tempa berpartisipasi dalam ajang ini, termasuk dua empu perempuan yang menampilkan karya tempa inovatif.
Baca Juga: Dari Majapahit hingga Kamardikan: Koleksi Keris Hadir Rutin di Taman Kuliner di Pasty
Tidak hanya itu, sekitar 50 kolektor keris dari berbagai kota turut meramaikan suasana, menambah kekayaan perspektif terhadap budaya keris yang terus hidup dan berkembang.
Ketua Paguyuban Lar Gangsir, Hedi Hariyanto, menyampaikan bahwa tema ekologi menjadi pijakan utama pameran kali ini. Nama “Lumur Wesi Aji” diambil dari istilah dalam Ensiklopedia Keris karya Bambang Harsrinuksmo yang menggambarkan jenis besi bernuansa hijau lumut dengan tuah kesuburan dan kekuatan mistik.
Keunikan pameran ini terletak pada pemanfaatan material bekas seperti suku cadang kendaraan, potongan besi pertanian, hingga sisa gerinda yang diolah kembali menjadi keris bernilai tinggi.
Baca Juga: Pencanangan Hari Keris 19 April Dinilai Sepihak, Organisasi dan Komunitas Keris Tolak Keras
Salah satunya adalah karya empu Godho Priyantoko yang menciptakan bilah Khadga dari 70 jeruji sepeda motor, membuktikan bahwa limbah logam bisa menjadi artefak seni penuh makna.
Berbagai bentuk dapur keris baru juga diperkenalkan. Misalnya, empu Intan menampilkan bilah lurus berbentuk daun pisang dengan pamor Blarak, sedangkan empu Puryadi menciptakan keris bertema patriotik dengan pamor bertuliskan “Merdeka” dan “17 Agustus 1945”. Kreasi-kreasi ini menunjukkan bahwa keris tidak hanya warisan budaya, tetapi juga medium ekspresi kontemporer.
Pameran ini juga mencoba mengontekstualisasikan dunia keris dengan kehidupan modern. Dapur Pendawa Cinarita Luk 5, misalnya, diyakini cocok bagi profesi yang bergantung pada kemampuan bicara seperti dalang atau youtuber, menjembatani warisan leluhur dengan dinamika profesi masa kini.
Selain sebagai ruang edukasi, pameran ini menjadi ajang inklusif yang mengajak publik dari segala usia mengenal lebih dekat proses kreatif, nilai historis, dan semangat pelestarian lingkungan dalam budaya tosan aji. Melalui pendekatan ramah lingkungan, para empu membuktikan bahwa inovasi tradisi tetap relevan menjawab tantangan zaman.(*)