Pameran Seni Visual Angkat Kemanusiaan di FSMR ISI Yogya

Photo Author
- Jumat, 27 Juni 2025 | 13:20 WIB
Peninjauan pameran fotografi internasional usai dibuka   (Juvintarto)
Peninjauan pameran fotografi internasional usai dibuka (Juvintarto)

Krjogja.com - YOGYA - Pameran seni internasional bertajuk "Sense and Sensibility: International Student Joint Exhibition" digelar di Galeri Pandeng Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) ISI Yogyakarta. Pameran yang diakui Fédération Internationale de l'Art Photographique (FIAP) diikuti peserta dari berbagai perguruan tinggi dalam dan luar negeri.

Termasuk mereka yang mengajukan karya dalam kategori fotografi, seni cetak digital, animasi, dan video art.

Baca Juga: Rokok Ilegal Marak di Surakarta, Rp 2 Miliar Melayang

Negara yang terlibat Indonesia, Australia, Hungaria, China, Japan, Malaysia, Polandia, Belgia, Korea Selatan, didukung Project Eleven dan Centre for Contemporary Photography Melbourne, Project Eleven dan FSMR ISI Yogya.."Menjadi bagian dari upaya ISI Yogyakarta mempromosikan seni dan budaya Indonesia di kancah internasional," tutur Rektor ISI Yogya Dr Irwandi SSn MSn, Kamis (26/6) di sela pameran.

Didampingi Founder Project Eleven Konfir Kabo, Rektor membuka pameran ini Minggu (22/6) dan akan berlangsung hingga Minggu (29/6). "Pameran ini mengusung isu-isu global seperti konflik kemanusiaan, ketimpangan sosial, dan kekerasan terhadap kelompok rentan. Kurasi oleh Daniel Boetker-Smith (Centre for Contemporary Photography, Melbourne) dan Wahyudin (Kurator Independen, Indonesia)," ucap Kabo menambahkan.

Pameran ini bukan sekadar etalase estetika, tetapi ruang kontemplatif yang mengajak pengunjung merefleksikan makna rasionalitas dan kepekaan sosial dalam dunia yang kian kompleks. "Tujuh Fotografi karya dari akademisi FSMR ISI Yogyakarta tampil sebagai representasi narasi artistik yang kuat," paparnya.

Baca Juga: Bawaslu Bantul Awasi Proses Pemutihan Data Pemilih Berkelanjutan

Seperti “A Majestic Serenity” karya Pamungkas Wahyu Setiyanto yang menampilkan keheningan gunung Bromo dalam lanskap hitam putih yang mengundang permenungan spiritual. “Royal Colours” karya Susanto Umboro merayakan kemewahan warna melalui abstraksi fotografi eksperimental. Arti Wulandari melalui “Twilight Wound” menangkap bisikan emosi melalui cahaya dan bayangan di permukaan kayu, menunjukkan kepekaan visual yang mendalam.

Kemudian Novan Jemmi Andrea lewat karya “Terkoyak” menyuarakan kegelisahan atas eksploitasi artefak sejarah sebagai komoditas, memadukan teknik camera obscura dan ekspresionisme visual. Pitri Ermawati dalam “The Earth is Angry and Protesting” menggambarkan kepedihan ekologis pantai Bantul yang tercemar, memperlihatkan kontras antara keindahan alam dan kelalaian manusia.

Edial Rusli lewat “Adu Jago” menciptakan alegori sosial-politik urban melalui narasi adu ayam yang menggambarkan kerasnya kompetisi dalam ruang hidup perkotaan.

Sebagai penutup, karya Irwandi “Bleeding Mind – The Cost of Automation dan Meta” menjadi refleksi mendalam tentang harga yang harus dibayar manusia di era otomatisasi. Figur manusia tanpa kepala dengan simbol tak hingga dan kepala meledak menggambarkan alienasi serta luka batin akibat kemajuan yang tak selalu berpihak pada kemanusiaan.

"Pameran ini menjadi bukti nyata kolaborasi lintas budaya dan generasi, serta komitmen ISI Yogyakarta dalam menjadikan seni sebagai medium perubahan sosial," pungkas Irwandi. (Vin)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB

Sembilan Negara Ikuti Jogjakarta Karawitan Festival

Jumat, 5 Desember 2025 | 08:27 WIB

Obah Bareng untuk Anak Sedunia

Minggu, 23 November 2025 | 12:18 WIB
X