LABORATORIUM Antropologi untuk Riset dan Aksi (LAURA) FIB-UGM mempersembahkan sebuah pameran foto dengan pengetahuan budaya khususnya budaya di daerah Kabupaten Sumba Barat yang berlangsung selama Sembilan hari (23-31 Oktober 2018) di Bentara Budaya Yogyakarta.
Â
Festival Sumba diisi dengan berbagai macam acara menarik seperti, pergelaran Seni dan Budaya Sumba (25-26 Okt), Pemutaran Film di gedung FIB UGM (25/10), Lokakarya dan Diskusi Uji cita rasa kopi (27/10). Lalu ada Workshop pewarna alami bersama Dedi Purwadi (26/10),Simposium Wajah Sumba dalam Pusaran Zaman (27-28) dan Pameran foto bertemakan Sumba di BBY (23-31 Okt).
Festival ini diselenggarakan sebagai upaya untuk mengangkat riset menjadi aksi. Laura sudah melakukan riset dengan pendekatan secara etnografi selama kurang lebih 2 tahun di mulai dari tahun 2015. Selama ini Antropologi sering mengadakan riset namun tidak ada aksinya, dengan adanya acara ini diharapkan mampu mengenalkan riset ke masyarakat luas dan bisa merefleksikan kehidupan di Sumba.
“Yang banyak orang tau Sumba masuk dalam daerah 3T sedangkan dari kami Antropolog tidak membenarkan hal tersebut, karena secara geografi pun masih dekat dengan daerah pembangunan. Kami ingin mengenalkan masyarakat luas seperti apa kehidupan Sumba secara kehidupan sehari hari, ekonomi, maupun adat istiadatnya agar Sumba bisa diterima oleh masyarakat,†ungkap Oki Candra salah satu mahasiswa Antropologi UGM kepada Krjogja.com (25/10).
Kehidupan masyarakat Sumba yang masih kental dengan adat istiadatnya, membuat sebagian besar warganya belum siap dengan perubahan menuju modernisasi. Ketika masyarakat diajak untuk maju mereka belum mampu. salah satu factor ketidak siapan dan ketidak mampuan masyarakat Sumba di sana adalah masalah pendidikan, adat dan tradisi yang seharusnya bukan menjadi penghalang untuk maju, namun bagaimana menciptakan sesuatu yang baru melalui tradisi tersebut. (*)