PERTUNJUKAN teater boneka Papermoon Puppet Theatre tidak hanya berhasil menyentuh hati para penonton. Pada cerita ‘Puno: Letters to the Sky’ misalnya, kisah dedikasi untuk orang-orang yang sedang merindukan sosok kesayangan yang telah tiada itu membuat para puppeteer –sebutan bagi pemain boneka– juga merasakan kesedihan yang mendalam. Bahkan beberap diantaranya pun sampai meneteskan air mata ketika sudah di belakang panggung.
Baca Juga: Festival Bregada Jaga Jadi Momentum untuk Melestarikan Kesenian Keprajuritan
Kisah 'Puno: Letters to the Sky' sendiri menceritakan tentang sosok ayah bernama Puno yang sangat dekat dengan perempuan bernama Tala. Kesehariannya selalu dihabiskan dengan melakoni kegiatan-kegiatan bersama putri sematawayangnya itu. Bahkan, hampir 24jam waktu yang tersedia mereka gunakan untuk berbagi canda dan tawa. Namun sayang, Puno harus meninggalkan Tala karena terlebih dulu dipanggil Tuhan.
Memainkan cerita haru, dituntut fokus di atas panggung dan ‘mematikan’ diri agar seolah-olah boneka yang dimainkan tampak hidup. Namun, bukan berarti hati para puppeteer tidak tersentuh saat membawakan kisah tersebut. Kepada KRjogja.com, puppeteer 'Puno: Letters to the Sky' yang terdiri dari Pambo Priyoja (28), Beni Sanjaya (29), Rangga Dwi Apriadinnur (26), dan Anton Fajri (34) membeberkan kisahnya yang harus menahan sedih dan baru bisa meluapkannya saat di belakang panggung. Adapula yang belajar memahami kehilangan setelah memainkan kisah ini.
Pambo Priyoja (28), pria yang bergabung dengan Papermoon Puppet Theatre sejak 2015 tersebut mengaku hatinya sangat tersentuh dengan cerita 'Puno: Letters to the Sky' . Ia sangat merasakan apa yang seolah dirasakan setiap boneka. Bahkan, Pambo pun menjadi memahami makna kehilangan dengan berbagai sudut pandang berkat perannya memainkan beberapa karakter boneka.
“Saya sangat merasakan kesedihan ini. Ketika saya memegang beda boneka itu yang saya rasakan juga beda, waktu saya pegang Red Cloud saya memahami bahwa meninggal atau kehilangan itu sesuatu yang agung. Ketika saya memegang kaki puno, ya kehilangan ini memang berat karena saya yang harus meninggal,†ujarnya usai pementasan, Minggu (08/07/2018) di IFI LIP Yogyakarta.
Caption: Tim Papermoon Puppet Theatre usai melakoni pertunjukkan 'Puno: Letters to the Sky'. (Foto: Gumido)