seni-budaya

Milenial Antusias Obrolkan Kebudayaan

Minggu, 4 Februari 2024 | 07:17 WIB
Ketua Panitia Hary Sutrasno memberi pengantar pada diskusi dihadapan siswa dan narasumber Yani Saptohoedojo, Rahmat dan Pungki.


KRjogja.com - YOGYA - Spirit kejuangan para maestro kebudayaan dalam mencapai pengakuan dunia atas karyanya perlu dikomunikasikan kepada peminat seni milenial, salah satunya lewat diskusi. Hal ini menjadi penting agar tercipta situasi yang menjamin keberlanjutan prestasi seni anak bangsa di tingkat dunia. Hal inilah yang melatarbelakangi diselenggarakannya diskusi dengan tajuk Dialog dan Kegiatan Seni Rupa Milenial pada rangkaian peringatan (Haul) ke-99 Saptohoedojo dan Ziarah Bersama Seniman-Budayawan yang diikuti puluhan siswa Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta dan peminat milenial lain. Acara ini diadakan pada Jumat (2/2/2023) di Gellery Saptohoedojo, Jalan Adisucpto KM 9 Yogyakarta.

“Panitia Haul ke-99 Saptohoedojo dan Ziarah Bersama Seniman-Budayawan tahun 2024 memandang penting dialog seni budaya dikalangan milenial. Dan topik yang diangkat kali ini adalah tentang spirit kejuangan maestro senirupa Indonesia Saptohoedojo yang membahas bagaimana seorang Sapto muda yang hanya bermodal semangat menggebu-gebu dan sedikit uang berani mengarungi laut dengan menebeng pada kapal tongkang selama 19 hari untuk mencapai Singapore. Namun di Singaporelah ia kemudian memperoeh kesempatan berpameran di Gedung Konsulat Inggris yang kemudian membawanya memperoleh beasiswa ke Eropa dan akhirnya mendapatkan kemashuran,” ujar ketua panitia diskusi dan Haul, Hary Sutrasno.

Bertindak sebagai narasumber dalam diskusi adalah Yani Saptohoedojo, isteri kedua sang maestro. Rahmat, pelukis dan mantan Kapala SMSR serta Pungky, putera dari pelukis tenar M. Widayat yang memperkaya diskusi dengan topik yang dibawakannya tentang pengelolaan museum seni rupa. Untuk lebih membudayakan dan menguatkan kebiasaan melukis dimana saja dan kapan saja, pada kegiatan ini kepada para peserta juga ditugaskan untuk menyelesaikan sebuah lukisan sketsa dengan obyek sekitar Gallery Saptohoedojo. Diskusi nampak berjalan hangat dengan lontaran tanya jawab antar peserta dan narasumber yang dinamis.

Baca Juga: Menteri LHK Bertemu Presiden IUCN, Apa Saja yang Dibahas?

Pada diskusi Yani menyampaikan jika Sapto adalah pribadi yang teguh dan pantang menyerah dalam mencapai cita-cita. “Ia hanya berbekal uang 2 ribu rupiah dan rela berjalan kaki ratusan kilometer dari Solo ke pelabuhan Tegal supaya dapat nebeng pada kapal tongkang menuju Singapore. Ia mendapat perlakuan kurang ramah dan harus ikut bekerja dan tidur dekat WC diantara muatan telor, cabe, bebek dan kapuk. Sesampai di Singapore pun ia tidur sehari-hari di emperan toko, tapi tetap terus melukis. Hingga seorang konsulat terkagum-kagum akan lukisan sketsanya dan memberi kesempatan Sapto muda untuk berpemeran. Prinsipnya jika ingin sukses, seorang yang bercita-cita menjadi pelukis harus terus melukis seiap hari tanpa berhenti,” jelas Yani.

Tentang harus melukis terus tanpa berhenti juga dibenarkan oleh narasumber Pungki. “Ayah saya Widayat banyak belajar dari Sapto yang memang seorang leader di kalangan pelukis. Pada saat wafat, kami menemukan ada belasan ribu luisan sketsa yang dibuat ayah. Ibu bercerita, setiap saat ayah melukis. Saat membimbing mahasiswa, saat wawancara saat ngobrol atau apa saja ia tetap sambil melukis,” kata Pungki.

“Dan terkait mengelola museum, prinsip dasarnya harus dijaga keaslian dari setiap karya pelukis. Di museum Widayat, interior dan eksterior, taman atau apa saja, tetap kami jaga keasliannya karena itulah karya keindahan yang tidak dapat tergantikan sampai kapanpun,” imbuhnya.

Narasumber Rahmat melihat sisi Saptohoedojo dari perspektif kemanusiaan seperti kebiasaanya sejak kecil untuk senang berbagi dan kepeduliannya terhadap potensi nilai tambah setiap karya seni.

Baca Juga: Kampus Mulai Bersuara, Giliran Profesor dan Guru Besar Forum 2045 Nyatakan Sikap Tobat Etika dan Moral

“Ia mendampingi dengan tekun para pengrajin grabah desa Kasongan Bantul sehingga mampu menciptakan aneka desain grabah yang meningkat tajam nilai tambahnya. Hasilnya warga Kasongan menjadi dapat hidup lebih sejahtera dari hasil karya mereka. Begitupun benda-benda yang bagi orang lain tidak cukup berguna seperti misalnya bangkai mesin pesawat. Ditangannya benda itu diubahnya menjadi benda yang indah dan berharga mahal,” jelas Rahmat.

Pada penutupan kegiatan setiap peserta yang nampak menikmati suasana diskusi dan keindahan gallery diberikan sebuah cindera mata yang disematkan oleh Yani Saptohoedojo. Sebagai balasan, beberapa peserta juga spontan menghadiahkan karya sketsanya kepada Yani, yang diterima Yani dengan ucapan terima kasih dan rasa haru. Kegiatan lanjutan setelah diskusi adalah seremoni Haul Saptohoedojo dan Ziarah bersama keluarga seniman yang akan berlangsung pada Selasa 6 Februari 2024 di makam Girisapto Imogiri. Dalam prosesi ini akan tampil paduan suara GKJ imogiri, penampilan seni Evi Idawati, Hery samsara dan Kenyut Kubro serta orasi kebudayaan Prof. Dwi Maryanto dengan tema Seni Budaya Yang Menyatukan. (*)

Tags

Terkini

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB

Sembilan Negara Ikuti Jogjakarta Karawitan Festival

Jumat, 5 Desember 2025 | 08:27 WIB

Obah Bareng untuk Anak Sedunia

Minggu, 23 November 2025 | 12:18 WIB