Krjogja.com - YOGYA - Jayeng Gallery di Jalan Jayeng Prawiran, Pakualaman, Yogyakarta kembali menggelar kegiatan budaya melalui acara bertajuk 'Menemukan Ruang Bersama', Selasa (12/8/2025). Kegiatan ini terselenggara berkat kerja sama Omah Jayeng Gallery, Dana Indonesiana, dan Kementerian Kebudayaan RI.
Acara tersebut menghadirkan soft launching buku 'Made in Indonesia' karya Garin Nugroho, pemutaran film dokumenter 'Krisis' karya Toni Trimarsanto, penampilan musik Stamboelan 'Eko Balung', serta pembacaan puisi lintas generasi oleh Mbah Mirkoen Awali dan Rarai Masae.
Baca Juga: Gibran Rakabuming Silaturahmi ke Kediaman Mantan Wapres Try Sutrisno
Sutradara sekaligus Pendiri Omah Jayeng, Garin Nugroho, menyatakan bahwa tempat ini menjadi ruang bagi karya dan gagasan yang sering tidak mendapat tempat di panggung utama. "Omah Jayeng ingin mengambil sisi yang marjinal, karya-karya kecil yang tidak membutuhkan penonton besar, tapi penting bagi kehidupan bersama," ujarnya.
Rumah yang kini menjadi Omah Jayeng merupakan rumah masa kecil Garin Nugroho. Bangunan yang dulunya milik buyutnya ini berdiri sejak awal 1900-an dan menjadi saksi masa tumbuh kembang Garin.
Di rumah inilah ia belajar, berkarya, dan membangun kebersamaan, sebelum akhirnya menjadikannya ruang terbuka bagi seni, sains, estetika, dan teknologi.
Baca Juga: Tidak Dapat Formasi Aliansi Honorer Non Data Base R4 Sukoharjo Tuntut Diangkat PPPK Paruh Waktu
"Berpikir kritis adalah bagian dari tujuan Omah Jayeng, karena masyarakat perlu menjaga daya pikirnya di tengah situasi yang kurang mengedepankan critical thinking," kata Garin.
Produser pelaksana program, Galih Wicaksono, menyebut Omah Jayeng sebagai 'oase kebudayaan' yang menawarkan ruang publik alternatif terbuka bagi penggerak seni budaya di Indonesia.
Program yang telah terselenggara seperti pameran 'Ruang, Ingatan, dan Layar', pemutaran film karya Garin Nugroho dan sineas lokal di empat kota terpilih, Pacitan, Purworejo, Kediri, dan Malang, produksi buku 'Made in Indonesia', pembuatan film dokumenter 'Krisis', serta lokakarya lintas komunitas setiap bulan.
Sejak dibuka untuk publik, Omah Jayeng telah menjadi bagian dari berbagai pergerakan seni, termasuk Jogja Asian Netpac Film Festival (JAFF).
Enam bulan terakhir, tempat ini secara resmi menggunakan nama Omah Jayeng sebagai identitas. Melalui program-programnya, Omah Jayeng berkomitmen memberi ruang bagi karya-karya yang belum tentu populer, namun relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat. (Dev)