Krjogja.com - SUKOHARJO - Babad Gembongan 2023 berlangsung meriah. Event budaya yang kelima kali digelar setiap tahun ini menjadi ciri khas Dusun Gembongan dalam melestarikan budaya. Pemkab Sukoharjo sendiri mendorong dusun untuk mengenalkan identitas asalnya setempat.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Babad Gembongan merupakan sebuah event budaya dan kesenian tradisional, yang dilaksanakan dalam rangka menggali asal usul Kampung/ Dusun Gembongan dan untuk melestarikan (nguri-uri) budaya dan kesenian lokal, dengan kegiatan antara lain Kirab Budaya Gembongan, Grebeg Tumpeng dan Gunungan dilanjutkan Kembul Bujono, Fragmen dan pentas seni.
Kegiatan seperti ini harus kita dukung bersama, karena kegiatan ini memiliki arti yang luar biasa, selain sebagai sarana untuk menggali dan mengenalkan asal usul Dusun Gembongan, sebagai sarana untuk menampilkan dan melestarikan seni dan budaya lokal, serta sebagai sarana untuk memupuk rasa kebersamaan, persatuan dan kesatuan diantara elemen masyarakat yang ada, juga sebagai hiburan dan tontonan bagi masyarakat Dusun Gembongan dan sekitarnya.
Anggota Komisi II DPRD Sukoharjo Maria Kristutiningsih mengatakan, Dukuh Gembongan yang berada di wilayah RT 02 RW 04 Desa Singopuran Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo adalah sebuah wilayah pedukuhan yang mempunyai nilai historis dan menyimpan misteri cerita tersendiri bagi masyarakat Gembongan.
Keberadaan Dukuh Gembongan Desa Singopuran tidak dapat dilepaskan dari sejarah Desa Singopuran dan Kerajaan Kartasura sekitar tahun 1680 sampai dengan 1742. Dengan telah runtuhnya Kerajaan Mataram di daerah Yogyakarta, maka Sunan Amangkurat I beserta keluarganya melarikan diri ke arah utara termasuk puteranya yaitu Raden Mas Rahmat sampailah di hutan Wanakarta.
"Dalam pelarian tersebut akhirnya Sunan Amangkurat I meninggal dunia. Namun beliau telah mengangkat putera mahkota yaitu Raden Mas Rahmat sebagai Sunan Amangkurat II dan mendirikan kerajaan di bekas hutan Wanakarta dengan nama Kartasura," jelasnya.
Sunan Amangkurat II ini memerintah dari tahun 1688 sampai 1703. Dalam masa pemerintahannya terjadi banyak pemberontakan, diantaranya pemberontakan Trunojoyo.
Dalam menangani pemberontakan Trunojoyo tersebut Sunan Amangkurat II meminta bantuan kepada VOC dengan konsekuensi VOC bebas melakukan perdagangan di wilayah pantai utara. Akhirnya Trunojoyo dapat ditumpas, namun kerajaan Kartasura menanggung hutang untuk biaya perang yang cukup besar. (Mam)